Misteri Kidung Persembahan

Misteri Kidung Persembahan - Kidung Persembahan adalah nyanyian atau lagu yang ditembangkan dalam satu upacara persembahan kepada dewa-dewa atau yang menjadi sesembahan. Konon, upacara persembahan yang mengorbankan nyawa manusia dengan diiringi kidung persembahan nan penuh misteri, biasanya dilakukan oleh sekte atau aliran ilmu hitam dan bangsa siluman.

Namun misteri kidung persembahan dan upacara persembahan nyawa manusia yang mungkin terjadi dan hanya terjadi pada masa lampau, pernah dialami juga oleh Rangga seorang peternak sapi di lereng gunung Merbabu. 

Berikut ini adalah penuturannya saat mengalami peristiwa misteri saat akan dikorbankan dalam satu upacara pengorbanan oleh sekelompok mahluk siluman ular yang berada di lereng gunung Merbabu.

Saya memiliki lima ekor sapi perah yang selama ini mampu membantu mempertahankan perekonomian keluarga. Dua ekor saya peroleh dengan cara kredit lewat KUD Sumber Rejeki, Alhamdulillah sekarang sudah lunas.

Memelihara dan merawat sapi perah memang tergantung pada caranya,  jika benar maka akan menghasilkan susu dua kali lipat dibandingkan cara ala kadarnya. Begitu juga dengan sapi saya dan susu yang dihasilkannya, membuat tetangga merasa iri, namun ketika mereka mengetahui cara perawatannya, mereka malah mencontoh apa yg saya lakukan.

Namun susahnya saat musim kemarau dimana mencari rumput segar sangat susah. Tanaman rumput gajah di ladang sudah habis bahkan mencari rumput ke daerah lain sudah saya lakukan tapi tetap tidak mencukupi.

Mau saya beri rumput kering, tidak tega mengingat hasil dan kualitas susunya akan menurun. Sehingga saya berusaha dengan berbagai cara untuk tetap memberi rumput yang segar.

Suatu pagi, saya berpamitan kepada istri untuk pergi mencari rumput ke hutan Ngagrong di lereng gunung Merbabu. Meskipun ibu mertua melarang, saya tetap berangkat karena ditempat itu rumput tumbuh subur dan lebat.

Konon, hutan Ngagrong adalah daerah yang terkenal angker, orang bilang 'jalmo moro jalmo mati' yang artinya manusia yang datang ke tempat itu akan mati.

"Mengapa tidak cari rumput ditempat lain saja mas?" Tanya istriku.

"Dari beberapa daerah yang banyak rumputnya, tinggal hutan Ngagrok yang masih banyak sedangkan lainnya sudah habis." Jawabku.

"Tapi, saya merasa khawatir, tempat itu angker. Sudah banyak orang yang pergi kesana tidak kembali lagi." Kata istriku sambil memegangi lenganku.

"Ah, itu takhayul, buat apa kita percaya omongan seperti itu, yang penting sapi kita dapat makanan." Jawabku sambil membuka pintu mobil pick up Mitsubishi L300 yang selama ini membantuku.

Akhirnya saya memaksa pergi meskipun istri dan mertua menghalangi. Sapi peliharaanku harus makan dan sayalah yang harus bertanggung jawab. Tekadku sudah bulat, hutan Ngagrok menjadi tempat tujuanku.

Tidak begitu lama saya sudah sampai, tempatnya memang tidak terlalu jauh. Setelah parkir mobil saya langsung beraksi. Menyabit rumput sebanyak-banyaknya lalu mengikatnya, kira-kira jam 11 siang sudah terkumpul banyak sehingga saya memutuskan untuk istirahat.

Dibawah pohon randu alas yang besar, saya membuka bekal makanan. Semilir angin berhembus ditambah perut kenyang membuat saya tertidur.

Tiba-tiba kaki saya terasa sakit seperti ada yang menggigit. Benar, seekor ular hijau sebesar jari kelingking menggigit kakiku. Rasa perih menjalar dan pandangan mata terasa gelap, reflek saya mengambil arit lalu membacok ular itu.

"Tess.." Tepat mengenai leher, ular itu berkelojotan lalu diam, demikian pula yang terjadi pada diriku. Bisa ular kecil itu terlalu kuat sehingga saya tidak sempat mengambil obat penawar di kantong celana. Saya terbujur kaku dibawah pohon randu.

Perasaanku berada di suatu tempat yang indah dan belum pernah saya kunjungi selama hidup. Tidak ada matahari tapi terang, tidak ada angin tapi udara terasa segar. Lamat-lamat telinga saya mendengar suara orang bernyanyi, menyanyikan sebuah kidung atau tetembangan dalam bahasa jawa.

Badan saya terasa ringan, kakiku perlahan meangkah mendekati sumber suara itu. Ketika sampai, saya terpesona melihat pemandangan yang sungguh indah, sebuah telaga kecil dengan air yang jernih, sampai-sampai dasar telaga terlihat jelas.

Misteri Kidung Persembahan

Yang lebih menakjubkan adalah wanita-wanita cantik dan manis yang memenuhi telaga. Ada yang duduk-duduk sebagian lain mandi. Semuanya tidak mengenakan sehelai benang sama sekali sehingga terlihat jelas lekuk tubuhnya yang menggiurkan. Membangkitkan darah lelaki.  

Ketika mereka melihat saya berdiri termangu-mangu di tepi telaga, semua gadis itu berlarian mendatangi lalu berebut memondong saya menuju telaga.

Saya ditelanjangi lalu diceburkan ke telaga, kemudian mereka menggosok dan meraba sekujur tubuhku. Saya merasa seperti berada di surga ditemani bidadari.

Sejenak saya berfikir, "apa betul saya sudah mati?"

Kemudian saya mencoba menggigit lidah saya, ternyata masih terasa sakit. Berarti saya masih hidup tapi entah berada dimana saya sekarang berada.

Suasana indah berubah ketika datang serombongan prajurit wanita bersenjata pedang  yang meringkus dan mengikat saya lalu menggiring saya layaknya seorang tawanan.

Saya dihadapkan pada pemimpinnya, seorang wanita cantik mengenakan mahkota kecil duduk di singgasana emas. Sang Ratu memerintahkan mengikat saya di sebuah altar persembahan, lalu ia sendiri yang menjadi algojonya.

Semua wanita berdiri mengelilingi saya sambil melantunkan kidung persembahan, rupanya saya akan dijadikan tumbal persembahan untuk Ratu Kegelapan atau Sang Durga.

Tampak beberapa orang yang saya kenal berada ditempat itu, Parman, Didin, Marsudi dan Jono, semuanya adalah orang yang meninggal di tempat ini. Mereka hanya bisa diam dan menatap saya dengan iba.

Suara kidung persembahan semakin memenuhi ruangan, sang ratu memegang sebilah pedang pendek berjalan menghampiri saya.

Ketika sudah dekat, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi lalu menghunjamkan tepat di jantung saya. Saya hanya diam tidak berdaya, pasrah menerima nasib.

Namun saat pedang itu hanya sejengkal dari tubuh, saya berteriak sekuat tenaga.

"Allahu Akbar .."

Akibatnya sungguh dahsyat, pedang itu terpental dan tubuh sang ratu mengeluarkan asap lalu berubah menjadi seekor ular. Begitu juga dengan wanita-wanita yang ada ditempat itu, semuanya berubah menjadi ular yang berlarian menjauhi saya.

Saya terbangun dan berada di kamar rumah sakit. Tubuh saya ditemukan seorang petani tergeletak tanpa busana dengan luka gigitan ular dibawah pohon randu alas kemudian dibawa ke rumah sakit.

Sebulan kemudian saya sembuh total, sekarang saya tidak lagi memelihara sapi perah beralih profesi menjadi seorang pedagang tembakau.

Lebih aman, tidak ada resiko di gigit ular lagi.

Tidak ada komentar