10 Asal-usul Nama Kota di Jawa Timur

10 Asal-usul Nama Kota di Jawa Timur - Nama merupakan pertanda akan suatu kejadian, harapan dan kisah di balik tempat atau seseorang. Tidak hanya manusia yang memiliki nama yang menjadi harapan atau pesan dari orangtuanya, tempat atau daerah juga memiliki nama yang diberikan oleh pendirinya guna menjadi tanda akan adanya suatu peristiwa atau kejadian.

10 Asal-usul Nama Kota di Jawa Timur

Berikut ini adalah 10 asal-usul kota di Jawa Timur yang jarang orang mengetahuinya, kecuali kota-kota besar yang sudah banyak dikenal. 10 nama kota tersebut adalah :

1.    Kediri

baik Kadiri maupun Kediri sama-sama berasal dari bahasa Sansekerta, dalam etimologi "Kadiri" disebut sebagai "Kedi" yang artinya "Mandul", tidak berdatang bulan (aprodit). Dalam bahasa Jawa Kuno, "Kedi" juga mempunyai arti "Dikebiri" atau dukun.

Menurut Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo, nama Kediri tidak ada kaitannya dengan "Kedi" maupun tokoh "Rara Kilisuci". Namun berasal dari kata "diri" yang berarti "adeg" (berdiri) yang mendapat awalan "Ka" yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti "Menjadi Raja". Kediri juga dapat berarti mandiri atau berdiri tegak, berkepribadian atau berswasembada.

Jadi pendapat yang mengkaitkan Kediri dengan perempuan, apalagi dengan Kedi kurang beralasan. Menurut Drs. Soepomo Poejo Soedarmo, dalam kamus Melayu, kata "Kediri" dan "Kendiri" sering menggantikan kata sendiri.

Perubahan pengucapan "Kadiri" menjadi "Kediri" menurut Drs. Soepomo paling tidak ada dua gejala. Yang pertama, gejala usia tua dan gejala informalisasi. Hal ini berdasarkan pada kebiasaan dalam rumpun bahasa Austronesia sebelah barat, dimana perubahan seperti tadi sering terjadi.

Nama Kediri menurut pandangan orang yang mendalami spiritual mempunyai makna ke diri sendiri atau kembali ke diri sendiri atau ‘tepo saliro’ yang berarti tepo atau tepat dan saliro itu diri.

Jika ada rumor yang mengatakan apabila orang Kediri terkanal memiliki kesaktian, mungkin ada benarnya jika mereka sudah mengenal dirinya sendiri karena siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya.  


2.    Ponorogo

Nama Ponorogo berasal dari kata ‘Pono’ yang artinya tepat dan ‘Rogo’ artinya badan, secara keseluruhan diartikan memandang dengan tepat siapa yang menggerakkan badan. Atau Ponorogo berasal dari kata ‘Prana’ atau tenaga dalam dan ‘Raga’ atau badan, yang diartikan tenaga yang menggerakkan badan.

Baca Juga : Asal-Usul Ponorogo

3.    Jombang

Nama Jombang berasal dari kata ‘ijo’ yang artinya santri dan ‘abang’ yang berarti abangan. Karena secara ideology kota Jombang memiliki penduduk yang menganut faham nahdatul Ulama atau NU yang memiliki lambang berwarna hijau serta penduduk yang menganut faham nasional dengan lambang berwarna merah.

4.    Banyuwangi

Nama Banyuwangi berasal dari kata ‘banyu’ yang artinya air dan kata ‘wangi’ yang berarti harum sehingga Banyuwangi berarti air yang harum baunya atau darah yang harum baunya.

Nama Banyuwangi digunakan sebagai tanda suatu peristiwa yang terjadi pada masa kerajaan Blambangan, bukti kesetiaan seorang istri kepada suaminya.

5.    Surabaya

Asal nama kota Surabaya ada beberapa versi, namun yang banyak diketahui oleh masayarakat adalah versi yang diambil berdasarkan legenda ikan Sura dan Buaya atau Boyo. Legenda ini menceritakan kisah pertarungan antara dua binatang raksasa yaitu ikan Sura dan Buaya yang berakhir dengan matinya dua binatang tersebut. Tempat pertarungan tersebut diberi nama Surabaya.

Entah kisah pertarungan kedua binatang tersebut benar-benar terjadi atau hanya merupakan perlambang atau ‘sanepo’ yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk menggambarkan suatu peristiwa yang menjadi rahasia.


6.    Malang

Malang dalam bahasa Indonesia artinya melintang, ‘malangi’ berarti menghalang-halangi Malang yang dimaksudkan bukan berarti orang yang sedang dirundung kesusahan seperti dalam kalimat ‘nasibnya malang sekali’.

Dilihat dari posisi geografisnya, Malang berada di tengah-tengah propinsi Jawa Timur sehingga terdapat akulturasi budaya, bahasa dan peradaban dari daerah ‘wetan’ atau timur yaitu daerah pantai utara dengan daerah ‘kulon’ atau barat yaitu daerah sepanjang pesisir selatan.

Maka tidak mengherankan jika warga Malang dapat berbahasa, berperilaku keras dan tegas seperti layaknya orang yang berasal dari daerah ‘wetan’ yang mayoritas dari suku Madura  juga sebaliknya. Warga Malang dapat berbahasa dan berperilaku lemah lembut seperti orang-orang ‘kulon’ yang mayoritas dari suku Jawa.


7.    Blitar

Berdasarkan legenda, dahulu bangsa Tartar dari Asia Timur sempat menguasai daerah Blitar yang kala itu belum bernama Blitar. Majapahit saat itu merasa perlu untuk merebutnya. Kerajaan adidaya tersebut kemudian mengutus Nilasuwarna untuk memukul mundur bangsa Tartar.

Keberuntungan berpihak pada Nilasuwarna, ia dapat mengusir bangsa dari Mongolia itu. Atas jasanya, ia dianugerahi gelar sebagai Adipati Aryo Blitar I untuk kemudian memimpin daerah yang berhasil direbutnya tersebut. Ia menamakan tanah yang berhasil ia bebaskan dengan nama Balitar yang berarti kembali pulangnya bangsa Tartar.

8.    Situbondo

Berdasarkan Legenda Pangeran Situbondo, nama Kabupaten Situbondo berasal dan nama Pangeran Situborido atau Pangeran Aryo Gajah Situbondo, dimana sepengetahuan masyarakat Situbondo bahwa Pangeran Situbondo tidak pernah menampakkan diri, hal tersebut dikarenakan keberadaannya di Kabupaten Situbondo kemungkinan sudah dalam keadaan meninggal-dunia akibat kekalahan pertarungannya dengan Joko Jumput, sehingga hanya ditandai dengan ditemukannya sebuah 'odheng' (ikat kepala) Pangeran Situbondo yang ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan dan sekarang dijadikan Ibukota Kabupaten Situbondo.

Sedangkan menurut pemeo yang berkembang di masyarakat, arti kata SITUBONDO berasal dan kata : SITI = tanah dan BONDO ikat, hal tersebut dikaitkan dengan suatu keyakinan bahwa orang pendatang akan diikat untuk menetap di tanah Situbondo, Kenyataan mendekati kebenaran karna banyak orang pendatang yang akhirnya menetap di Kabupaten Situbondo.


9.    Lumajang

Menurut tradisi lisan yang berkembang, nama Lamajang mempunyai dua arti mendasar, yaitu bersifat spiritual dan material. Secara spiritual nama Lamajang berarti Luma (rumah) dan Hyang (Dewa) yang berarti rumahnya para Dewa atau rumah yang suci.

Di samping itu ada pendapat yang menyatakan bahwa Lamajang berasal dari kata Lemajang atau Lemah (bumi) dan Wejang (ajaran) yang berarti daerah tempat belajar.

Kedua pendapat ini mengacu pada asal mula kata Lamajang yang dikaitkan dengan pemukiman untuk pemujaan dan pengajaran yang fungsinya lebih banyak untuk para pendeta.

Sedangkan pendapat lain, berkaitan dengan asal-mula kata Lamajang yang berhubungan dengan material yaitu pandangan setiap orang yang melihat daerah sebelah timur Gunung Semeru akan tampak seperti Lumah yang menjadi Ajang atau dengan kata lain seperti tempat nasi. Dalam arti kata ini Lamajang dibayangkan sebagai suatu tempat penghasil padi yang makmur dengan daerah bergunung-gunung di pinggirnya yang sangat baik untuk pertahanan dan ditengah adalah dataran rendah datar yang sangat baik untuk pertanian.

Dari kedua pendapat tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa Lamajang ini adalah suatu daerah yang sangat makmur secara material fisik, namun juga daerah yang suci karena merupakan tempat para Dewa atau para ajar pendeta yang suci.


10.    Nganjuk

Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa, disekitar tahun 929 M, di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Pu Sendok, yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino (Panglima Perang) melawan bala tentara Kerajaan Melayu/Sriwijaya.

Sebelumnya pada setiap pertempuran, mulai dari pesisir Jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu. Kemudian pada pertempuran berikutnya, di daerah Nganjuk, bala prajurit Pu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Kemenangan ini tidak lain karena Pu Sendok mendapat dukungan penuh dari rakyat desa-desa sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Pu Sendok dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Pu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa.

Kurang lebih delapan tahun kemudian, Sri Maharaja Pu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah tugu kemenangan atau Jayastamba dan sebuah Candi atau Jayamerta. Dan terhadap masyarakat desa sekitar candi, karena jasa- jasanya didalam membantu pertempuran, oleh Pu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra : ANJUK LADANG”. Anjuk berarti tinggi, atau dalam arti simbolis adalah : mendapat kemenangan yang gilang gemilang; Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya seke¬dar sebagai sebuah desa.

Sedangkan perubahan kata “ANJUK” menjadi Nganjuk, karena proses bahasa, atau merupakan hasil proses perubahan morfhologi bahasa, yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata dalam bahasa Jawa ini terjadi karena : gejala usia tua dan gejala informalisasi, disamping adanya kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” (nasalering) pada lingga kata yang diawali dengan suara vokal, yang menunjukkan tempat. Hal demikian inilah yang merubah kata “ANJUK” menjadi “NGANJUK”.

Demikian ulasan tentang 10 asal-usul nama kota di Jawa Timur. Masih banyak asal-usul nama kota lainnya yang belum masuk dalam tulisan ini, jika anda ingin menambahkan, silahkan tulis dalam kolom komentar dibawah ini.

2 komentar:

  1. yang nomor 8 kota saya itu... keren...keren... hihihihihihi...
    baru tau saya arti dari situbondo itu sendiri, payah... orang dalam gak tau arti nama kotanya... jadi malu... :) hihihi...sembunyi ahh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha tibak e mas wahyu wong situbondo ...

      Hapus