Misteri Di Balik Sosok Ronggo Warsito

Misteri Di Balik Sosok Ronggo Warsito - Raden Ngabehi Rangga Warsita atau Ronggowarsito, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 – meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.

Misteri Di Balik Sosok Ronggo Warsito

Selain seorang pujangga terkenal dari kraton Surakarta, Ronggowarsito juga dikenal sebagai seorang sufi dan seorang peramal.

1.    Sebagai seorang Pujangga

Sebagai Pujangga, Ranggawarsito sudah membuat karya besar pada jamannya, karya sastranya terkenal dan menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masyarakat. Karya-karya sastranya antara lain :
•    Bambang Dwihastha, Bausastra Kawi
•    Sajarah Pandhawa lan Korawa
•    Sapta dharma
•    Serat Aji Pamasa, Serat Candrarini, Serat Cemporet, Serat Jaka Lodang
•    Serat Jayengbaya, Serat Kalatidha, Serat Panitisastra, Serat Pandji Jayeng Tilam
•    Serat Paramasastra, Serat Paramayoga, Serat Pawarsakan, Serat Pustaka Raja
•    Suluk Saloka Jiwa, Serat Wedaraga, Serat Witaradya, Sri Kresna Barata
•    Wirid Hidayat Jati, Wirid Ma'lumat Jati, Serat Sabda Jati

2.    Sebagai seorang Sufi

Rangga Warsita adalah seorang sufi, terbukti dari karya Wirid Hidayat Jati, Wirid Ma’lumat Jati dan Serat Sabda Jati yang mengupas tentang jati diri, asal-usul manusia, tujuan dan kematiannya. 
Salah satu karya terkenal dari Ronggowarsito adalah Serat Wirid Hidayat Jati. Beberapa karya Rongowarsito seperti Serat Hidayat Jati adalah karya sastra Islam berpenampilan Jawa. Karya sastra suluk pada Serat Hidayat Jati dan beberapa serat lain karya Ronggowarsito sebagai karya sastra Islam yang berwajah Jawa. Sumbernya sendiri, seperti ditulis Ronggowarsito berasal dari Al Qu'ran, hadist, Ijmak, dan Qiyas.

3.     Sebagai Peramal

Sebagai seorang Peramal yang mampu melihat masa depan, Rangga Warsito disetarakan dengan Sri Aji Jayabaya, Raja Kediri dan seorang Peramal pada masa lalu. Salah satu ramalan tentang hari kemerdekaan bangsa Indonesia.

Ranggawarsita hidup pada masa penjajahan Belanda. Ia menyaksikan sendiri bagaimana penderitaan rakyat Jawa, terutama ketika program Tanam Paksa dijalankan pasca Perang Diponegoro. Dalam suasana serba memprihatinkan itu, Ranggawarsita meramalkan datangnya kemerdekaan, yaitu kelak pada tahun Wiku Sapta Ngesthi Janma.

Kalimat yang terdiri atas empat kata tersebut terdapat dalam Serat Jaka Lodang, dan merupakan kalimat Suryasengkala yang jika ditafsirkan akan diperoleh angka 7-7-8-1. Pembacaan Suryasengkala adalah dibalik dari belakang ke depan, yaitu 1877 Saka, yang bertepatan dengan 1945 Masehi, yaitu tahun kemerdekan Republik Indonesia.

Pengalaman pribadi Presiden Soekarno pada masa penjajahan adalah ketika berjumpa dengan para petani miskin yang tetap bersemangat di dalam penderitaan, karena mereka yakin pada kebenaran ramalan Ranggawarsita tentang datangnya kemerdekaan di kemudian hari.

Asal Usul

Pada hari Senin Legi tanggal 10 Zulkaidah tahun Jawa 1728 atau tanggal 15 Maret 1802 Masehi kurang lebih jam 12.00 siang lahirlah seorang bayi dirumah kakek yang bernama R. Ng. Yosodipuro I, seorang Pujangga Keraton yang terkenal dijamannya. Bayi yang baru lahir itu diberi nama Bagus Burham.

Sejak umur 2 tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut kakeknya. Ayahnya bernama R. Tumenggung Sastronegoro yang mengharapkan anaknya dikelak kemudian hari menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya.

Maka oleh sang ayah, Bagus Burham dikirim ketempat pendidikan yang memungkinkan dapat mendidik anaknya lebih baik dari dirinya sendiri. Waktu itu pondok Pesantren di kawasan Ponorogo yang dipimpin oleh Kyai Imam Besari terkenal sampai dipusat Kerajaan Surakarta. Kesanalah Bagus Burham dikirim untuk mendapatkan tambahan ilmu lahir batin serta keagamaan. Pondok Tegalsari yang dipimpin Kyai Imam Besari ini mempunyai murid yang banyak dan memiliki kepandaian yang pilih tanding.

Kenakalan Bagus Burham

Bagus Burham berangkat ke Pesantren Tegalsari disertai embannya yang bernama Ki Tanujoyo. Ditempat yang baru itu Bagus Burham sangat malas dan lebih suka menjalankan maksiat dari pada mengaji. Berjudi dan pekerjaan maksiat lainnya menjadi pekerjaannya setiap hari.

Adu ayam termasuk kesukaan yang tidak perbah diluangkan. Dari pada mengaji hari-harinya dihabiskan dimeja-meja judi dari satu desa ke desa lainnya. Sehingga terkenallah Bagus Burham bukan sebagai santri yang soleh tetapi sebagai penjudi ulung dikalangan orang-orang di daerah Ponorogo.

Perbuatan putra Tumenggung ini sangat merepotkan hati Kyai Imam Besari.

Diharapkan seorang putra priyayi keraton ini akan memberi suri teladan bagi muridmurid (santri-santri) yang lain tetapi ternyata sebaliknya. Seringkali Bagus Burham mendapat teguran dan marah dari Kyai Besari. Namun hal itu tidak merubah sifatnya. Dia tetap penjudi, tetap penyabung ayam, tetap gemar pada tindakan-tindakan yang menjurus ke maksiat. Karena merasa bosan setiap hari mendapat dampratan dari gurunya maka Bagus Burham pergi meninggalkan pondok Tegalsari diikuti oleh Ki Tanujoyo.

(Versi lain mengatakan bahwa kepergian Bagus Burham karena Kyai Imam Besari merasa jengkel akan ulah Bagus Burham. Kemudian pimpinan pondok Tegalsari itu memanggil abdi kinasih Ki Tanujoyo dan menyarankan agar Bagus Burham tidak usah belajar mengaji di pondok Tegalsari).

Setelah meninggalkan pondok pesantren Tegalsari, Bagus Burham tidak mau pulang ke Solo. Dengan diiring oleh oleh abdinya yang bernama Ki Tanujoyo. Bagus Burhambertualang sampai di Madiun. Ditempat itu uang sakunya habis. Ki Tanujoyo kemudian berdagang barang loakan. Sedangkan Bagus Burham masih tetap pada kegemarannya semula.

Misteri Tobatnya Bagus Burham

Pada suatu hari saat mereka berdua sedang istirahat di pinggir sungai, Ki Tanujoyo, sang pengasuh, menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Ken Arok, Raja Pendiri Kerajaan Singasari. Ken Arok adalah seorang pemuda yang nakal dan berandalan bahkan dia terkenal sebagai seorang perampok yang malang melintang di Padang Karaotan. Masyarakat menjulukinya sebagai “Hantu Padang Karaotan.


Namun, dibalik kenakalannya, Ken Arok adalah seorang yang gemar tirakat dan bertapa. Dibawah bimbingan Brahmana Loh Gawe maka akhirnya Ken Arok bisa menjadi raja di Singosari yang menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Dari Majapahit sampai ke Surakarta semua menurut silsilah masih keturunan langsung dari Ken Arok. Dan R. Patah pun keturunan Ken Arok.


Menurut serat "CANDRA KANTHA" karya Raden Ngabehi Tjondropradoto yang menulis silsilah yang bersumber dari Raden Patah, maka dari silsilah tersebut diketahui bahwa Bagus Burham masih ada keturunan darah raja.

Darah bangsawan yang biasanya sangat suka adu jago tetapi gemar melakukan tapa brata. Bagus Burham tersentuh hatinya setelah mendengar kisah itu sehingga ia menurut saran Ki Tanujoyo untuk menjalani tapa brata selama 40 hari lamanya.

Sungai Kadilangu, tempat mereka istirahat, dijadikan sebagai tempat menjalani tapa brata. Siang hari, Bagus Burham berpuasa dan pada malam harinya, tidur di atas kayu yang diletakkan di atas sungai. Sehingga Bagus Burham akan tercebur ke dalam sungai jika ia mengantuk.

Hari demi hari, Bagus Burham menjalankan tapa brata dengan tekun. Hingga tibalah pada akhir tapa bratanya. Saat Ki Tanujoyo sedang membakar seekor ikan untuk makan, tiba-tiba sebuah cahaya  datang dari langit dan masuk ke badan ikan tersebut.

Badan ikan dimakan oleh Bagus Burham sedangkan kepalanya dimakan oleh Ki Tanujoyo.

Setelah menjalani tapa brata selama 40 hari lamanya maka Bagus Burham tumbuh menjadi anak yang pandai. Kemudian mereka berdua kembali ke Pondok Pesantren Tegal sari.

Bagus Burham menjadi murid yang terpandai. Selama 4 tahun dipondok Tegalsari ilmu gurunya sudah terkuras habis. Tidak ada sisanya lagi. Kyai Imam Besari memuji keluhuran Tuhannya. Dia melimpahkan habis ilmunya kepada muridnya.

Setelah dirasa cukup maka Bagus Burham kembali ke Surakarta. Oleh tuanya Bagus Burham disuruh langsung ke Demak untuk belajar mengenal sastra Arab dan kebatinan jawa pada Pangeran Kadilangu.

Misteri Kematian

Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.

Penulis yang berpendapat demikian adalah Suripan Sadi Hutomo (1979) dan Andjar Any (1979). Pendapat tersebut mendapat bantahan dari pihak elit keraton Kasunanan Surakarta yang berpendapat kalau Ranggawarsita adalah peramal ulung sehingga tidak aneh kalau ia dapat meramal hari kematiannya sendiri.
Ranggawarsita dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Makamnya pernah dikunjungi dua presiden Indonesia, yaitu Soekarno dan Gus Dur pada masa mereka menjabat.

Demikian ulasan tentang Misteri Di Balik Sosok Ronggo Warsito.Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar