Misteri Kuburan Gang 7 Sukun Malang

Kuburan adalah salah satu tempat yang angker dan menyimpan banyak misteri di dalamnya mengingat orang-orang yang dikuburkan terdiri dari beragam manusia dengan tingkah laku, perbuatan dan cara kematian yang berbeda. Sehingga pada malam hari, orang akan berfikir dua kali jika akan melewatinya.

hantu pemakaman gang tujuh

Pemakaman Gang Tujuh adalah salah satu pemakaman muslim tertua di kota Malang yang berada di antara dua perkampungan yaitu kampung Sukun Gang Tujuh dan kampung Ternate.

Pohon-pohon pinus tinggi menjulang ke angkasa berbaris rapi sepanjang jalan pemakaman. Hanya ada satu jalan tanah berbatu yang membelah pemakaman. Jalanan itu mendatar lalu menurun sampai akhirnya bertemu sebuah jembatan kecil  sebelum memasuki kampung Ternate. Di kanan-kiri jalan ditumbuhi tanaman beluntas, ilalang dan semak-semak belukar yang tidak terawat.

Disamping angker, konon di pemakaman ini sering terjadi pembunuhan dan perkelahian yang mempertaruhkan nyawa sehingga pada malam hari jarang orang yang berani melewati pemakaman ini seorang diri.

Salah satu orang yang pernah merasakan keangkeran kuburan Gang Tujuh adalah seorang penjaga malam atau waker rumah seorang pejabat yang berada di jalan Andalas, sebut saja namanya Brodin.

Pada tahun 1990, Brodin adalah seorang pemuda berumur 16 tahun, kelas dua SMA. Karena keterbatasan ekonomi, ia melamar kerja sebagai seorang waker rumah salah satu pejabat di Malang.

Permasalahan yang dihadapi  adalah jarak antara rumahnya dan rumah pejabat tersebut lumayan jauh, sementara ia tidak memiliki kendaraan. Maka untuk sampai di tempat tugasnya ia harus berjalan kaki. Rute terdekat yang harus dilalui apabila ia harus berjalan kaki adalah melewati jalan pintas, yaitu lewat pemakaman Gang Tujuh yang terkenal sangat angker.

#1. Pertemuan Pertama

Hari pertama mulai bekerja adalah hari malam Jum'at Kliwon. Malam yang dikeramatkan bagi masyarakat Jawa. Ketika Brodin mau memasuki pintu gerbang pemakaman, seorang ibu tua yang tinggal di ujung perkampungan menegurnya, "mau kemana nak?"

"Mau ke jalan Andalas Bu." Jawab Brodin.
"Malam-malam begini?"
"Ya Bu, saya bekerja jadi penjaga malam di sana."
"Kamu berani lewat pemakaman ini? Ini malam Jum'at Kliwon nak?"
"Habis kalau lewat jalan lain jauh Bu, lewat pemakaman ini sepertinya lebih cepat."
"Sebaiknya lewat jalan lain saja nak, saya kuatir akan terjadi sesuatu terhadap anak ini."
"Tidak apa-apa bu, saya bisa menjaga diri."
Ibu itu menghela nafas panjang lalu berkata, "baiklah kalau begitu, tapi hati-hati di jalan, nyebut le!"
"Terima kasih Bu."

Brodin sejenak memikirkan pesan ibu tua itu. Malam Jum'at Kliwon? Apa bedanya dengan malam-malam lainnya?

Belum sempat memikirkannya, gerimis sudah mulai turun maka ia bergegas berjalan diiringi tatapan mata kuatir dari ibu tua itu.

Langit gelap, bulan dan bintang seolah enggan menampakkan diri. Berbekal sebuah senter, setapak demi setapak Brodin menyibak kelamnya pemakaman. Ketika hampir tiba  di tengah pemakaman mendadak ia menghentikan langkahnya, perasaannya tidak enak, bulu kuduknya berdiri dan seluruh tubuhnya terasa dingin. Merasa ada sesuatu yang ganjil, ia mengawasi sekelilingnya. Dirabanya pisau yang terselip di pinggangnya. Sepi tidak ada seorang pun, hanya suara rintik hujan dan kicau burung kedasih.

Setelah menunggu beberapa lama ia kembali melangkahkan kakinya,  selangkah demi selangkah, setapak demi setapak. Ketika mendekati sebuah pohon pinus besar, langkahnya tiba-tiba terhenti. Seluruh badannya terasa kaku tidak bisa bergerak, kepalanya seperti dipaksa menoleh ke samping kiri tepat ke sebuah pohon pinus besar.

Matanya terbelalak dan mulutnya terperangah sementara nafasnya seperti terhenti, jantungnya berdegup keras, di hadapannya terpampang suatu pemandangan yang sangat mengerikan.

Seorang wanita paruh baya terikat di pohon itu dengan badan bersimbah darah. Wajahnya terlihat kesakitan. Dari mulutnya terdengar suara merintih pilu minta tolong, "tolong mas .. tolonglah saya, lepaskan ikatan ini."

Kaki Brodin seperti dipaksa melangkah mendekati wanita itu, namun saat jarak antara Brodin dan wanita itu tinggal satu langkah lagi. Mendadak wajah wanita itu berubah menjadi beringas, matanya melotot penuh kemarahan, kedua tangannya bergerak hendak mencekik leher Brodin.

Dalam keadaan berbahaya, Brodin sadar, lalu bergerak menghindar, serangan pertama lolos. Sebelum hantu itu menyerang lagi, ia menarik nafas dalam-dalam mengumpulkan semua kekuatannya kemudian berlari sekencang-kencangnya. Tujuannya hanya menghindar secepatnya dari hantu wanita itu. Ia berlari menuju jembatan tanpa memperhatikan jalan yang dilalui. Dibelakangnya terdengar suara wanita itu mengutuk dan menyumpah. "Hihihi dasar laki-laki kejam, pembunuh dan pencemburu.."

Brodin terus berlari, rasa takutnya menutupi pandangan matanya sehingga saat jalan batu di pemakaman itu menurun, ia tersandung, jatuh. Namun  ia kehilangan kendali tubuhnya maka seperti sebuah bola, ia terjatuh menggelinding dan berhenti saat kepalanya membentur batu besar di pinggir sungai.

#2. Pertemuan Kedua

Biasanya, Brodin pulang dari tugasnya saat Subuh. Istirahat sebentar lalu mandi terus berangkat sekolah. Karena jarak ke sekolah cukup jauh dan harus ditempuh dengan jalan kaki, maka ia harus berangkat pagi-pagi.

Malam itu, karena rasa takut akan terlambat masuk sekolah esok harinya, ketika mendengar suara kokok ayam, ia langsung bergegas menyelesaikan kewajibannya kemudian pulang.

Namun alangkah terkejutnya ketika ia mau melewati pemakaman gang tujuh, keadaannya masih sepi dan gelap. Tidak ada satu pun ibu-ibu yang mau pergi ke pasar yang lewat. Biasanya saat pulang, ia sering berpapasan dengan mereka. Tapi kali ini, tidak.

"Waduh jam berapa ini, jangan-jangan terlalu pagi saya pulang." Batin Brodin gamang.

Tapi karena sudah ditengah perjalanan ke rumahnya maka ia tetap melanjutkan langkahnya  melewati pemakaman gang tujuh. Saat melewati jalan berbatu yang menanjak ia berhenti mengatur nafas sebentar.
Angin berhembus dengan kencangnya diiringi suara anjing melolong. Perasaan Brodin tidak karuan, bulu kuduknya meremang. Tiba-tiba terdengar suara disampingnya, "Bukk .. Bbukk .." Seperti buah nangka jatuh dari pohonnya.

Ketika Brodin menoleh alangkah terkejutnya dia, darahnya terkesiap, nyalinya terasa hampir putus. Sebuah kepala tanpa badan seperti bola dengan mata besar melotot dan mulut tertawa terkekeh, menggelinding mengelilinginya. "Hehehe .." Tawa kepala itu.

Brodin berusaha menghindar tapi kepala itu tetap mengikutinya.

"Aduh, hantu apa lagi ini? Kok ngajak main kejar-kejaran." Umpatnya. Brodin lari sembunyi di belakang pohon pinus berharap hantu itu tidak melihatnya, namun tiba-tiba terdengar suara tertawa terkekeh di belakangnya.

"Hehehe ... Mau lari kemana kamu?"

Brodin terkejut, segera ia berlari menghindar.

Ketika ada kesempatan Brodin segera meloncat lalu berlari menjauh, namun ia harus berhenti mendadak dan hampir jatuh terjerambab ketika di depannya telah berdiri dua sosok pocong yang berjalan berlocatan menghadangnya. Sejenak ia kehilangan akalnya, posisinya terkepung dari depan dan belakang. Sama-sama tidak menyenangkan.

"Waduh, rupanya umurku sampai di sini saja." Batinnya pasrah.

"Harus kemana lagi aku, kembali akan bertemu kepala menggelinding, maju ada pocong di depan."

Akhirnya Brodin minggir ke tepi jalan dibawah sebuah pohon pinus, diam tidak bergerak. Untuk mengurangi rasa takutnya, ia memejamkan matanya.

"Biarlah, kalau memang harus mati dicekik oleh pocong."

Desir angin dingin dan bau busuk menerpanya saat kedua pocong itu berdiri di depannya, Brodin hanya diam menahan nafas, pasrah. Sepertinya kedua pocong itu mengamatinya.

"Anak siapa ini? Malam-malam begini lewat kuburan, cari penyakit saja." Kata Pocong satunya, sepertinya suara laki-laki.

"Bagaimana Ma, kita apakan anak ini?"

"Biarin saja Pa, kasian .. Sepertinya anak baik-baik." Jawab Pocong dengan suara perempuan.

"Baiklah, ayo kita jalan-jalan lagi, mumpung belum pagi."

Lalu kedua pocong itu berloncatan pergi.

Setelah merasa kedua hantu itu lewat, Brodin membuka mata lalu lari terbirit-birit. Pulang.

#3. Pertemuan Ketiga

Demi menyenangkan hati Emaknya, Brodin malam ini memberanikan diri untuk bertugas lagi. Sama seperti biasanya sebelum masuk pintu gerbang pemakaman ia berdoa, namun kali ini ditambahkan gilirannya. 

Kemudian ia berjalan perlahan menembus gelapnya pemakaman, menapaki jalan berbatu. Saat mau melewati sebuah makam yang paling tua di pemakaman itu, tiba-tiba tercium bau wangi bunga kenanga.
Jantung Brodin seakan berhenti berdetak, tiba-tiba terdengar suara ledakan dari makam tua itu. "Duarr .."

Lalu keluar asap bergulung-gulung dari kepala makam itu.

Brodin melompat, tapi justru arah lompatannya menuju ke arah asap itu berhembus. Seolah dapat bergerak, asap itu menggulung badan Brodin dari ujung kaki ke ujung kepala. Setelah menjejakkan kakinya ke tanah tepat diatas makam itu, Brodin merasa pusing, tapi karena rasa takut akan kemunculan hantu yang lain, ia menguatkan dirinya lalu berlari kabur.

Sampai ditempat tugasnya ia merasa sangat haus lalu bergegas mengambil jatah makannya yang disediakan di samping garasi mobil. segera minum air kendi yang disiapkan untuk pejalan kaki yang lewat perumahan itu. Setelah puas minum ia duduk dengan nafas terengah-engah.

"Betul-betul angker kuburan itu, masak hantunya tidak berhenti menakutiku. Bagaimana caranya biar tidak diganggu hantu kuburan lagi?"

"Kalau tiap malam begini, sepertinya tidak kuat lagi aku. Cari pekerjaan yang lain saja."

Karena lelah habis berlari jauh ditambah dicekam rasa takut yang baru dirasakan, akhirnya ia tertidur dalam posisi duduk di kursi tugasnya.

Dalam tidurnya Brodin bermimpi sedang berjalan menyusuri pemakaman gang tujuh, ketika sudah dekat dengan makam yang paling tua, ia melihat ada seorang kakek berambut panjang diikat, berjenggot panjang, bersandar dibawah sebuah pohon pinus. Brodin menegurnya, "permisi mbah, saya mau lewat .."

"Sebentar nak, kamu ini hampir setiap malam pasti lewat sini, apa kamu mau cari nomer togel?" Tanya kakek itu.

"Tidak Mbah, saya ini bekerja sebagai waker di perumahan jalan Andalas. Karena jalan paling dekat dari rumah saya lewat pemakaman ini maka saya lewat sini."

"Memang kamu tidak takut, kuburan disini terkenal angker?"

"Bagaimana tidak takut Mbah, sudah tiga kali saya lari terbirit-birit ditakuti hantu, yang pertama saya sampai jatuh terbentur batu lalu pingsan."

"Tapi kenapa kamu masih juga lewat sini?"

"Lewat jalan lain jauh mbah. Terus Emak saya bilang kalau bertemu hantu disuruh ngomong saya ini orang susah jangan diganggu."

"Terus, setelah bilang begitu kamu tidak diganggu?"

"Yang giliran sore tidak mengganggu tapi hantu giliran malam yang mengganggu."

"Hehehe .." Kakek itu tertawa terkekeh.

"Sekarang saat berdoa saya tambahkan waktu gilirannya, eh, malah hantu yang lain lagi  muncul. Pusing saya Mbah, Emak saya malah menyuruh saya berhenti kerja, kasian Emak saya harus banting tulang sendiri."

Kakek itu diam dan tertunduk sebentar.

"Kasian juga anak ini, anak seusianya sedang bermain sementara dia harus bekerja membantu Emaknya."

"Baiklah, kalau kamu lewat sini lagi besok, sebelum masuk pemakaman ini, bilang saja kalau kamu ini cucuku."

"Memang Mbah ini siapa? Malam-malam begini nongkrong di sini?"

"Bocah gemblung, jangan banyak tanya! Bilang saja seperti itu! Nanti kalau sudah dewasa kamu akan tahu sendiri."

"Baik Mbah, terus nama Mbah siapa?"
"Panggil saja saya Eyang Sapu."
"Benar Mbah, saya tidak akan diganggu lagi kalau ngomong begitu?"
"Benar.. Sudah saya pergi dulu, juraganmu sudah datang." Dan kakek itu menghilang.
"Terima kasih Mbah." Brodin berteriak.

Brodin terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara klakson mobil. Bergegas ia membuka pintu pagar lebar-lebar, menunggu mobil tuannya masuk lalu menutupnya kembali.

#4. Pertemuan Keempat

Eyang Sapu? Dia tidak tahu, hanya sosoknya dalam mimpi saja yang melekat dalam ingatannya. Apa benar jika ia mengaku cucunya maka hantu-hantu pemakaman gang tujuh tidak akan mengganggunya lagi? Untuk membuktikan kebenaran kata-kata Eyang Sapu dalam mimpinya, ia harus mencobanya.

Maka, pada malam Jum'at Kliwon ia sengaja berangkat agak malam, saat mau masuk pintu gerbang pemakaman ia berkata, "saya cucu eyang Sapu mau lewat." Setelah itu ia berjalan memasuki pemakaman.
Ketika melewati pohon pinus besar itu, sekelompok awan seolah menghalangi cahaya rembulan, gelap. Bulu kuduknya berdiri, angin dingin menerpa badannya, ketika ia menoleh, tampak seorang wanita mengenakan baju daster berdiri di bawah pohon pinus.

Wanita itu tersenyum kepadanya kemudian berkata dengan ramah, "berangkat kerja dik?"

"Ya Mbak .." Jawab Brodin masih merasa ketakutan.

"Mari mampir ke sini, saya mau cerita."

Brodin gelagapan menerima ajakan wanita itu. Dia bingung bagaimana cara menolaknya

"Sebentar saja."

"Baiklah, tapi jangan mencekik saya, ya Mbak."

"Tidak, mana berani saya mencekik cucu Eyang Sapu?"

Brodin mendekat, dengan enggan dia duduk.

Wanita itu lalu bercerita.
"Saya dulu dibunuh oleh suami saya Dik. Saya dituduh berselingkuh dengan seorang tetangga dekat rumah kami. Kasian tetangga kami itu, ia juga ikut dibunuh ketika kami ketahuan berduaan di sungai. Padahal kami tidak melakukan perbuatan yang macam-macam."

"Terus suaminya sekarang dimana Mbak?"

"Di penjara, tapi saya belum puas kalau belum membunuhnya. Makanya sampai sekarang saya masih menjadi hantu penasaran, karena keinginan saya belum tercapai."

Brodin hanya bisa diam saja. 

"Terima kasih Mbak atas ceritanya, tapi saya sedang buru-buru, lain kali saja dilanjutkan.."

"Baiklah, lain kali saja. Masih takut ya?"
"Iy.. iya Mbak."
"Mari mbak .. Saya sudah telat."
"Ya dik, hati-hati .. Hihihi.." Jawab wanita itu lalu menghilang.
"Eyang Sapu benar, mbak hantu-nya jadi ramah sekarang." Batin Brodin lega.

Keesokan malamnya ia sengaja pulang lebih awal kurang lebih jam tiga pagi, saat masuk ke pemakaman tidak ada satu pun orang yang lewat. Sepi mencekam. Sebelum berjalan Brodin ingat pesan eyang Sapu lalu berkata dalam hati "saya cucu eyang Sapu mau lewat," lalu ia berjalan menyusuri  jalan berbatu. Setapak demi setapak dengan bantuan lampu senter.

Ketika tiba di jalan yang menanjak, tiba-tiba terdengar suara "bukk .." Seperti buah nangka jatuh. Brodin terkejut lalu menoleh, sang kepala tanpa badan muncul. Belum habis keterkejutannya, kepala itu tersenyum lalu berkata, "monggo mas, silahkan lewat .."

"Terima kasih Mas Gundul." Jawab Brodin, dan kepala itu menggelinding menjauh.

Brodin menarik nafas lega.

"Mas Gundul juga menjadi ramah sekarang." Batin Brodin sambil melangkahkan kakinya.

Setelah beberapa langkah, jantungnya berdetak lebih kencang ketika tampak dua bayangan putih berkelebat di depannya, Brodin menghentikan langkahnya lalu menepi di bawah sebuah pohon pinus. Diam, tapi kali ini matanya tetap mengawasi kedua mahluk itu.

Ketika kedua pocong itu lewat di depannya, mereka berhenti lalu membungkukkan badannya seperti orang Jepang memberi hormat, Brodin membalasnya, kemudian kedua pocong itu berloncatan pergi dan hilang dari pandangan.

"Sepasang pocong itu pun menjadi ramah tidak menakutkan lagi seperti beberapa hari yang lalu." Batin Brodin.

Brodin semakin yakin akan kebenaran ucapan eyang Sapu. Hatinya menjadi tenang, sekarang ia tidak takut lagi melewati pemakaman Gang Tujuh.

Demikian kisah tentang keangkeran kuburan Gang Tujuh dalam bentuk cerita pendek, semoga cerita ini tidak mengurangi keangkeran kuburan yang sampai sekarang masih menjadi tempat yang menakutkan.

Tidak ada komentar