Asal Usul Kota Batu

Batu atau dikenal dengan nama Mbatu adalah salah satu daerah wisata di Malang yang menjadi  tujuan wisata paling favorit bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa Timur. Kota yang dijuluki De Klein Switzerland atau Swiss kecil di Pulau Jawa oleh orang Belanda ini, memang daerah yang memiliki panorama indah, udaranya dingin dan terkenal dengan buah Apel yang menjadi ikonnya


alun-alun batu

Wilayah Kota Batu terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut.

Sebelum menjadi kota, Batu  merupakan wilayah Kabupaten Malang, pada tahun 2011, Batu resmi menjadi Kota atau daerah otonom baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011.  Sebagai Daerah Otonom Baru, Kota Batu memiliki karakteristik yang   berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia.

Sekalipun sesuai dengan Undang-Undang di sebutkan sebagai Kota, namun kondisi masyarakatnya masih sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri pedesaan yang  masih kental. Kondisi ini dipengaruhi oleh sistim budaya masyarakat yang masih kuat dengan adat istiadat dan norma norma perilaku masyarat desa, disamping memang mayoritas penduduk kota Batu masih tinggal di pedesaan.

Asal Usul Nama Batu

Asal usul nama Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu.

Dari kebiasaan masyarakat Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bila memanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau Batu.

Abu Ghonaim atau Mbah Wastu sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu, berasal dari JawaTengah. Abu Ghonaim adalah pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah yang hijrah dikaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda.

Abu Ghonaim atau Mbah Wastu memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.

Awalnya, mereka hidup dalam kelompok (komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang ramai.

Sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki Panorama Alam yang indah dan berudara sejuk, tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai daya tarik tersendiri.

Untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat Peristirahatan (Villa) bahkan bermukim di Batu.

Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itupun masih berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan Wisata hingga saat ini. Begitu kagumnya Bangsa Belanda atas keindahan dan keelokan Batu, sehingga bangsa Belanda mensejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau Swiss kecil di Pulau Jawa.

Peninggalan arsitektur dengan nuansa dan corak Eropa pada penjajahan Belanda dalam bentuk sebuah bangunan yang ada saat ini serta panorama alam yang indah di kawasan Batu sempat membuat Bapak Proklamator sebagai The Father Foundation of Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta setelah Perang Kemerdekaan untuk mengunjungi dan beristirahat dikawasan Selecta Batu.

Batu Sebagai Tempat Peristirahatan

Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan, karena wilayah adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.

Pada waktu pemerintahan Raja Sindok atau Mpu Sindok, Pendiri Wangsa Sindok, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sindok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti.

Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang konon kabarnya juga sakti mandraguna itu mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan serta dibangunnya sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.

Ditempat peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mata air di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sindok. Oleh karena sumber mata air yang sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural yang maha dasyat, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi sumber air panas. Dan sumber air panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.

Tokoh Terkenal dari Batu

#1.    Putri Wong Kam Fu

Putri Wong Kam Fu seorang Astrolog dan ahli Feng Shui terkenal di Indonesia adalah seorang WNI Keturunan yang lahir dan besar di kota Batu. Nama aslinya adalah Pek Kim Lioe dan di panggi Leoni, setelah menjadi seorang mualaf namanya berubah menjadi Leoni Fatimah.

#2.    Sindhunata

Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J., atau lebih dikenal dengan nama pena Sindhunata (lahir di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia, 12 Mei 1952; umur 64 tahun) dan juga dikenal dengan panggilan populernya Rama Sindhu (atau dibaca "Romo Sindhu" dalam bahasa Jawa) adalah seorang imam Katolik, anggota Yesuit, redaktur majalah kebudayaan "BASIS". Sejak masa kecilnya hingga tamat SMA ia hidup di kampungnya di kaki Gunung Panderman.

#3.    Yuni Shara

Yuni Shara bernama asli Wahyu Setyaning Budi adalah artis dan penyanyi kelahiran Batu, 03 Juni 1972 yang silam. Saat ini bersama dengan Nina Tamam, Iga Mawarni, Rika Roeslan dan Andien, Yuni bergabung kelompok vokal dengan nama 5 Wanita.

#4.    Krisdayanti
Krisdayanti lahir di Batu, Jawa Timur, 24 Maret 1975; umur 41 tahun adalah seorang penyanyi dan artis berkebangsaan Indonesia, adik kandung Yuni Shara. Anak kedua dari pasangan Trenggono dan Rachma Widadiningsih, ia dibesarkan di kota kelahirannya sebelum dibawa hijrah oleh ibunya ke Jakarta pada tahun 1984.

#5.    Syaharini
Syaharani yang memiliki nama lengkap Saira Syaharani Ibrahim (lahir di Batu, Jawa Timur, 27 Juli 1971; umur 45 tahun) adalah penyanyi jazz Indonesia. Perempuan berdarah Bone, Sulawesi Selatan yang akrab dipanggil Rani ini hingga 2006 telah merilis 3 solo album jazzy dan satu pop trip-hop (Magma).

Tempat Wisata di Batu

1.    Kusuma Agrowisata
2.    Jatim Park I
3.    Jatim Park II
4.    BNS
5.    Museum Angkut
6.    Coban Rondo
7.    Coban Pelangi
8.    Gunung Panderman

Demikian ulasan tentang asal usul Kota Batu, semoga bermanfaat.

Sumber : Dinas Infokompust Batu Bidang Informasi

Tidak ada komentar