Mahluk Gaib Penunggu Rumah

Mahluk Gaib Penunggu Rumah – Sering kita mendengar jika ada rumah yang ditungguin oleh mahluk gaib. Baik itu mahluk gaib yang sengaja dijadikan penjaga rumah oleh pemiliknya atau mahluk gaib yang sudah menempati rumah itu terlebih dahulu sebelum didirikan bangunan rumah atau mahluk gaib yang berasal dari penghuni rumah yang arwahnya terjebak di dalamnya.

penunggu rumah

Dalam arti umum, rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain. (Wikipedia)

Pemilik rumah dengan segala upaya akan menjadikan rumahnya sebagai istananya yang nyaman dan aman. Aman dari bahaya kebakaran, banjir dan yang paling penting adalah aman dari pencurian dan perampokan. Jika sebagian orang menggunakan tenaga satpam, cctv dan alat-alat keamanan modern sebagai pengaman rumahnya maka ada sebagian orang yang menjadikan mahluk gaib sebagai penunggu rumah sekaligus tenaga keamanan.

Kali ini kita akan membahas tentang mahluk gaib yang menjadi penunggu rumah.

Sebagai penunggu rumah, mahluk gaib tersebut mempunyai naluri mencurigai setiap orang asing yang berada di wilayah pengawasannya. Mereka akan mengamati, mengawasi dan mempermainkan orang asing tersebut. Seperti yang dialami oleh Brodin ketika mengikuti teman serumahnya pulang kampung ke Parakan, Temanggung, Jawa Tengah.

Baca Juga : Mahluk Gaib Penghuni Kamar Kost

Begini ceritanya.

Karena ada liburan kantor selama satu minggu, Sigit memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Parakan, Temanggung. Brodin yang merasa keberatan ditinggal sendirian di Jakarta memutuskan untuk ikut Sigit pulang ke kampungnya.

Namun sesampainya di Parakan, ada keluarga Sigit yang tinggal di Jogyakarta sedang sakit keras sehingga Sigit dan keluarganya berangkat ke Jogyakarta dalam jangka waktu yang belum pasti. Maka Brodin yang sedang tertidur di kamarnya ditinggal sendirian.

Karena kecapekan dan dinginnya hawa pegunungan membuat Brodin begitu nyenyak tidur sehingga sore hari baru bangun. Setelah mandi dia menuju ruang tamu, di dapatinya rumah sudah kosong hanya terdapat secarik kertas diatas meja tamu, lalu dibacanya.

"Mohon maaf sebesar-besarnya, karena ada keluarga dekat sakit maka kami sekeluarga pergi ke Jogyakarta dalam waktu sehari, namun jika ada peristiwa yang tidak kami harapkan, kami kembali sekitar 3 atau 4 hari lagi.

Maaf kami tidak meninggalkan apa-apa hanya ada 1 tandan pisang, semoga bermanfaat. Ttd. Sigit dan keluarga. NB : titip jagain rumah hehe."

"Aduh bagaimana ini, rencananya mau liburan ternyata harus menjaga rumah .. Haddeh .." Batin Brodin sambil menepuk jidatnya lalu berjalan mondar-mandir. Berbagai pikiran dan prasangka buruk berkecamuk dalam kepalanya.

"Jangan-jangan kedatangan saya kesini tidak diharapkan, atau saya datang pada waktu yang salah atau saya yang tidak tahu diri, tidur seperti orang mati atau memang harus begini kejadiannya?"

"Mas Sigit sudah saya anggap seperti saudara sendiri, selama ini dia lebih sabar dan penuh pengertian menghadapi tingkah laku dan perbuatanku. Sekarang dia yang membutuhkan pengertian dan kesabaranku." Brodin mencoba untuk memahami keadaannya sehingga dapat menetapkan keputusannya.

Beberapa saat kemudian, matanya memandang ke sekelilingnya, secara naluri dia mulai  mengamati keadaan di sekitar rumah Sigit. Rimbun pepohonan, desah angin yang berhembus dari sela-sela pohon bambu dan suara burung-burung tidak lepas dari pengamatannya. Pohon pisang dan pohon singkong banyak tertanam di ladang, jarak rumah satu dengan rumah lainnya cukup berjauhan. 

"Bagaimana kalau malam hari, pasti gelap dan sepi, jauh dari tetangga lagi, kalau ada apa-apa harus dihadapi sendiri ini. Mudah-mudahan selama saya ada disini tidak terjadi apa-apa." Brodin merasa gamang.

"Dulu jadi penjaga rumah pejabat, sekarang setelah jauh merantau kesana kemari ujung-ujungnya harus jadi penjaga rumah lagi. Memang tidak bisa melupakan profesi lama." Batin Brodin.

Ingatan Brodin langsung melayang pada beberapa tahun yang lalu saat ia masih duduk di bangku SMP. Untuk membiayai sekolahnya terpaksa pada malam hari dia harus bekerja sebagai penjaga rumah seorang pejabat. Banyak suka duka yang pernah dirasakan, sampai akhirnya bisa lulus sekolah.

Suara bedug maghrib dari surau membuyarkan lamunannya, segera dia menyalakan lampu rumah lalu menutup pintu-pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Ia merebahkan badannya ke ranjang yang dialasi kasur kapuk sambil matanya menerawang menelusuri langit-langit rumah, tampak kayu besar yang melintang diatas menyangga atap rumah dan genteng-genteng yang tersusun rapi.

Tiba-tiba pandangannya berhenti pada sosok bayangan hitam yang kelihatan seperti orang sedang duduk di pojok atap rumah. Karena tidak bergerak dan hanya diam saja maka Brodin mengacuhkannya. Perutnya keroncongan maka ia berjalan menuju dapur mencari pisang yang disediakan untuknya lalu mengambil empat biji yang sudah matang.

"Cukuplah buat ganjal perut." Batin Brodin sambil meneguk air putih dari kendi yang ada di meja.

Sambil menyalakan sebatang rokok dia berjalan mencari senter dan menemukannya di pojok ruang tamu.

Dengan lampu sorot itu dia berkeliling rumah untuk memeriksa keadaan rumah, setelah dirasa aman dia kembali ke kamarnya.

"Enaknya ngapain kalau sendirian begini, mau nonton televisi disini listrik belum ada, mau membaca tidak ada buku bacaan, ah .. Tidur saja."

Akhirnya Brodin merebahkan badannya di tempat tidur,  tidak menunggu terlalu lama dia sudah pulas dalam tidurnya.

Baca Juga : Mahluk Gaib Penunggu Pohon Rambutan

Kejahilan Penunggu Rumah

Menjelang tengah malam nafasnya terasa sesak, dadanya seolah-olah dibebani sesuatu yang berat, dicobanya untuk bangun tapi tidak kuasa. Badannya dari kepala sampai kaki bagaikan diikat di tempat tidur, tidak bisa bergerak. Sementara bagian dadanya seperti diduduki oleh orang dewasa sehingga nafasnya terdengar seperti suara peluit.

"Ngiik .. Ngiik .. Ngiik."  Sadar akan keadaan yang terjadi, Brodin menjadi panik lalu berontak dengan berusaha memiringkan badan ke kanan dan ke kiri, menggerakkan kepala, tangan dan kaki namun usahanya itu sia-sia.

Melihat usahanya itu tidak berhasil, Brodin lalu mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal dengan mengikuti gerak beban di dadanya. Setelah nafasnya mulai berjalan teratur dicobanya untuk menggerakkan tangannya, bisa. Lalu dengan menarik nafas panjang dia berusaha bangun sambil menghembuskan nafasnya, "bangun!" Ikatan-ikatan ditubuhnya seperti putus sehingga dia bisa bangun. Kemudian dia duduk ditepi ranjang sambil memikirkan kejadian ini.

"Apa ini yang disebut orang Jawa 'tindihen' atau tertindih, tapi apa yang menindihku tadi, mahluk halus atau hal yang lain."

Karena sudah pernah mendengar cerita tentang 'tindihen', Brodin tidak menganggap kejadian ini sesuatu yang menakutkan, kemudian dia mencoba tidur kembali.

Beberapa saat kemudian ia sudah kembali pulas tidur. Namun ketika sedang pulas tidurnya mendadak perutnya ada yang menginjak sampai-sampai dia terduduk.

"Heggh .. Heeggh .. Heggh."

Brodin terbangun dengan merasakan sakit di perutnya. Diusap-usap matanya kemudian dia mengambil lampu sorot, diperiksanya semua ruangan di rumah itu, tidak ada orang lain lagi.

"Lalu siapa yang menginjak perutku tadi?"

Batin Brodin penasaran lalu duduk bersandar di sebuah kursi di ruang tamu. Sambil menyalakan sebatang rokok, pikirannya melayang kesana kemari. Habis sebatang rokok, rasa kantuk menyerangnya kembali namun karena rasa takut diinjak lagi membuatnya  tertidur di kursi.

Tidak lama dia terlelap dalam tidurnya, tiba-tiba dia merasakan ada sosok tinggi besar yang duduk di atas pangkuannya membuat badannya seperti terpaku di kursi. Diam tidak dapat bergerak. Ketika terdengar adzan Subuh baru dia dapat menggerakan badannya.

"Alhamdulillah .."
"Ampuni hambamu Gusti, sudah terlalu lama hamba melupakanMu." Segera dia mengambil wudhlu lalu sholat Subuh.

Selesai sholat ia merasakan badan dan jiwanya lebih segar. Namun gangguan yang dialaminya semalaman membuatnya lelah sehingga ia merebahkan kembali badannya di tempat tidur. Pulas tertidur.

Brodin terbangun ketika hangatmya sinar matahari menerobos masuk lewat celah-celah atap rumah dan suara kokok ayam bersahutan seolah membangkitkan kesadarannya. Brodin  lalu mematikan lampu dan membuka pintu dan jendela. Sejuk dan bersihnya udara pegunungan serasa membuat mekar paru-parunya, dihirupnya udara itu lalu dihembuskan dengan perlahan.

Perjuangan Menghadapi Penunggu Rumah

Hari ini adalah hari kedua dia tinggal sendiri di rumah Sigit, sesudah mandi dan sarapan pisang  ditambah satu kendi air putih, dia duduk di beranda rumah. Kejadian semalam membuatnya merenung, "jelas ada yang tidak suka saya berada di rumah ini, mungkin penjaga atau penghuni  rumah ini yang bersifat gaib."

"Di Jakarta ketemu penghuni pohon, disini harus berurusan dengan penghuni rumah atau mahluk gaib lainnya, apa memang sudah menjadi takdirku berurusan dengan mahluk gaib?"

"Tapi malam ini saya akan membuat perhitungan dengannya, enak saja menganiaya orang, masalah kalah menang urusan belakangan." Batin Brodin geram.

Ketika sedang sibuk dengan lamunannya tiba-tiba, "Asalamu alaikum." Seorang kakek berpakaian petani dengan mengenakan caping lebar di kepalanya sudah berdiri di depannya.

"Wa alaikum salam." Jawab Brodin kaget.

"Siapakah anak ini, saya belum pernah melihat di desa ini?"

"Nama saya Brodin Kek, saya temannya mas Sigit dari Jakarta. Kebetulan mereka sekeluarga sedang pergi ke Jogyakarta karena ada keluarga yang meninggal."

"Oh .. Begitu, terus kenapa nak Brodin tidak ikut saja ke Jogya?"

"Waktu mereka mau berangkat, saya sedang tidur, karena segan atau alasan lain saya ditinggal."

"Kasian nak Brodin, rumah saya di ujung jalan ini, kalau perlu apa-apa datang saja."

"Baik Kek, terima kasih."

Kemudian kakek itu meninggalkannya sambil berjalan tertatih-tatih.   

Sepeninggal kakek tersebut, Brodin menarik nafas panjang untuk menghilangkan rasa kagetnya.
"Darimana datangnya kakek itu, tahu-tahu sudah ada dihadapanku." Batin Brodin sambil melanjutkan lamunannya.

Tanpa terasa matahari bergeser dari singgasana-nya, tegak di atas cakrawala. Menunjukkan bahwa waktu sudah menjelang tengah hari, waktunya makan siang. Secara naluri usus di dalam perut Brodin menggeliat, seolah memberi tahu tuannya untuk segera diisi.

Terbersit keinginan untuk meminta atau membeli makanan kepada kakek itu, namun niatnya segera diurungkan, mengingat dampak yang akan terjadi setelah kepergiaannya.

Bagi masyarakat desa, menerima dan menghormati tamu adalah suatu kebanggan, sedangkan menelantarkan tamunya akan menjadi aib dan bahan pergunjingan.

Saat menimbang-nimbang apa yang akan dilakukannya, tampak sesosok wanita berjalan lewat dihadapannya dengan membawa rantang tiga susun yang berisi makanan.

"Alhamdulillah .." Batinnya girang.

Namun wanita itu tidak berhenti, hanya menoleh dan menyapa saja.

"Monggo mas .."

"Monggo Mbak, mau kemana?" Tanya Brodin.

"Mau mengantar makanan ke sawah buat kakek."

"Bukan buat saya." Batin Brodin lesu, sambil mengelus-elus perutnya.  lalu menutup pintu kemudian berbaring di kamarnya.

Hari menjelang tengah malam, Brodin bangun lalu sholat Isya disambung dengam dzikir yang diingatnya. Tepat tengah malam dia berteriak menantang, "hai mahluk yang telah menggangguku kemarin, keluarlah! Mari kita selesaikan urusan kita!"

Setelah mengucapkan tantangan itu, Brodin menunggu beberapa saat namun tidak ada tanda-tanda kemunculan mahluk itu. Diulangi lagi sampai tiga kali, tiba-tiba ada angin bertiup kencang dan muncul sesosok mahluk hitam berbulu dengan mata merah penuh amarah.

Brodin tertegun sejenak, "hemm .. Jenis mahluk yang sama."
"Hai anak jelek, ada apa kamu memanggilku."

"Hai mahkluk jelek, kenapa kamu menggangguku? Apa salahku?"

"Salahmu banyak .."

"Coba sebutkan !"

"Pokoknya salahmu banyak, terus mau apa kamu?"

"Saya hanya tanya, kalau saya memang salah, saya minta maaf."

"Benar atau salah aku yang memutuskan, karena aku adalah penguasa di daerah ini. Sekarang aku mau menghajarmu biar kamu tahu siapa yang berkuasa."

"Wah .. Mahluk kelompok preman ini." Batin Brodin.

"Baiklah kalau begitu, mari kita selesaikan secara jantan."

Secepat kilat mahluk itu menyerang, Brodin mundur selangkah menghindar lalu menyerang balik dengan pukulan dan tendangan. Terjadi perkelahian yang seru, saling menyerang bergantian,  ternyata mahluk itu pandai berkelahi tapi Brodin masih dapat mengimbangi.

Sampai beberapa saat belum terlihat siapa yang akan menyerah, sampai kemudian mahluk itu melompat mundur, "berhenti, kita istirahat dulu."

"Mana ada berkelahi pakai istirahat segala. Ayo kita lanjutkan sampai ada diantara kita yang menyerah."

"Jangan buru-buru, kamu disini kan masih lama, besok kita lanjutkan lagi, istri saya mau melahirkan jadi saya harus pulang dulu." Kata mahluk itu terus menghilang.

Brodin mengumpat dalam hati, lalu duduk sambil menyalakan sebatang rokok. Kenyataan bahwa mahluk itu bertingkah seperti manusia dan mempunyai keluarga, membuatnya bingung.

Sekarang hari ketiga, perutnya terasa lapar sekali mau tidak mau dia makan pisang dan minum air putih lagi karena hanya itu yang ada sedangkan warung makan sangat jauh. Ingin rasanya minta atau membeli makanan sama tetangga tapi takut melukai perasaan tuan rumah sehingga ditahannya rasa lapar itu.

Menjelang tengah malam Brodin bersiap menunggu tamu misteriusnya datang dan tepat tengah malam bertiup angin kencang dan hadirlah sang mahluk misterius itu.
"Asalamu alaikum." Brodin memberi salam.

"Wa alaikum salam."

"Bagaimana sudah melahirkan istrimu?"

"Sudah, laki-laki."

"Selamat ya." Kata Brodin sambil menjabat tangan mahluk itu, dan mahluk itu menyambutnya. Mereka terdiam beberapa saat. Lalu Brodin membuka percakapan.

"Bagaimana kita berkelahi lagi?"

"Aduh saya lelah, semalaman saya membantu istri saya melahirkan, bagaimana kalau saya temani ngobrol saja?"

Fisik Brodin sebenarnya sudah lemah karena hanya makan pisang saja selama dua hari ini, demi mempertahankan diri dari gangguan mahluk ini dia bertahan. Ketika mendengar tawaran untuk bercakap-cakap saja, segera dia menyanggupi.

"Baiklah .."

"Sebenarnya mahluk apakah sampean ini?" Brodin bertanya.

"Saya masuk dalam golongan Gondoruwo atau Gandarwa, mahluk siluman yang bisa masuk dua alam yaitu alam jin dan alam manusia."

"Apakah di alam sampean juga hidup seperti manusia, mempunyai istri dan anak?"
"Sama seperti manusia, tetapi bagi manusia kita dianggap sebagai mahluk yang menakutkan. Hanya manusia pemberani dan punya kemampuan yang bisa menaklukan atau berteman dengan kami."

"Sebetulnya dari mana asal mulanya sehingga andika menjadi Gandarwa?"
"Saya dulu adalah seorang manusia juga, karena tidak tahu jalan untuk kembali kepada Sang Pencipta dan selama hidup banyak mengandalkan kekuatan dan kesaktian serta memuja kesenangan maka setelah meninggal masuk dalam golongan ini."

Setelah bercerita panjang lebar akhirnya mahluk itu undur diri.

"Saya kira cukup ceritanya, lain kali kalau anak datang lagi ke desa ini kita akan bertemu lagi."

"Bagaimana saya memanggilmu?"

"Panggil saja namaku 'Gondo Rukem', karena saya tinggal di pohon rukem di ujung desa ini."

"Terus bisa sampai ke rumah ini bagaimana ceritanya?"

"Pemilik rumah ini, kakeknya temanmu adalah tuan saya, jadi saya harus mengawasi rumah ini."

"Lalu kenapa kamu mengganggu saya?"

"Karena saya lagi iseng  hehehe." Mahluk itu tertawa.

"Sebagai hadiah untuk pertemuan kita dan bentuk permintaan maafku, ini saya hadiahkan sebuah cincin untukmu."

Brodin menerimanya dengan ragu-ragu, setelah menimang-nimang cincin itu beberapa saat, ia mengucapkan terima kasih.

"Baiklah, saya pergi dulu." Kata Mahluk itu lalu menghilang.

Sepeninggal mahluk itu, Brodin menarik nafas lega, sudah bisa tidur nyenyak sekarang. Dinyalakan sebatang rokok sambil mengamati cincin yang diterimanya serta memikirkan cerita mahluk itu.

Kesimpulan

Bagaimana jika Brodin merasa ketakutan saat tinggal di rumah itu dan harus menghadapi keisengan mahluk gaib yang jadi penunggu rumah?

Brodin akan menjadi bulan-bulanan dan menjadi objek mainan bagi mahluk gaib itu. Melawan rasa takut dalam diri lalu melawan mahluk gaib itu adalah pilihan yang bagus sehingga kita sebagai manusia tidak tunduk kepada sesama mahluk melainkan hanya tunduk kepada Tuhan Yang Maha Pencipta.

Wasalam.

Tidak ada komentar