Kisah Misteri Pertolongan Saudara Gaib

Kisah Misteri Pertolongan Saudara Gaib - Dalam kebudayaan Jawa istilah Dulur 4 Limo Pancer atau Saudara 4 Lima Pusat atau dikenal dengan saudara gaib sudah dikenal sejak jaman dahulu. Sejak bayi lahir hingga dewasa bahkan sampai tua, budaya 'metri' atau memperingati keberadaan saudara gaib secara rutin dilaksanakan terutama pada saat hari kelahiran.

Karena sudah menjadi kepercayaan dan diyakini keberadaannya maka pada saat tertentu ketika kita dalam bahaya, saudara gaib tersebut secara misterius akan muncul dan memberi pertolongan kepada kita.


Kisah berikut ini dialami oleh salah satu kerabat saya pada masa meletusnya Gerakan 30 September pada tahun 1965. Beliau sekarang sudah tua, sebut saja namanya Glenter. Pada satu pertemuan, beliau menceritakan kembali pengalamannya saat mendapat pertolongan dari saudara gaibnya.

Kisah Misteri Pertolongan Saudara Gaib

Beberapa hari setelah peristiwa G 30 S PKI. Malam itu Glenter dan istrinya sejak Maghrib sudah berada di tempat persembunyian. Yakni,  di sebuah ruangan bawah tanah yg di bangun seadanya, tempatnya di rumah salah seorang penduduk yg bernama Munari. 

Di ruangan itu, sebelum Glenter dan istrinya datang sudah ada berapa orang yang bernasib serupa dengan dirinya. Di kejar-kejar dan di buru orang-orang yang ingin membalas dendam..  Munari sendiri adalah seorang penduduk yang dekat dengan orang-orang dan para tokoh yang sering melakukan razia terhadap orang-orang yang di anggap terlibat dalam gerakan terlarang tersebut.

Munari melindungi  orang-orang yang di buru karena satu dua di antara mereka masih mempunyai hubungan keluarga dengannya. Tapi yang terjadi kemudian, orang-orang yang sebelumnya  tidak ada hubungan apa-apa dengan dirinya  pun ikut meminta  perlindungan kepadanya. 

Ruangan bawah tanah yang tidak terlalu lebar terrsebut, terkadang harus di isi banyak orang sehingga sangat menyesakkan. Bau keringat dan kentut campur aduk menjadi satu. Tapi, karena ingin selamat, mereka tidak memperdulikan.

Setiap kali orang-orang itu bersembunyi, Munari selalu berjaga-jaga di depan rumahnya. Jika orang-orang yang melakukan razia datang dan menanyakan apakah melihat orang-orang yang dicarinya, Munari selalu menjawab tidak melihatnya.

Diruang persembunyian itu, tiba-tiba Glenter merasakan perutnya melilit kesakitan. Sore tadi ia lupa makan karena tergesa-gesa sebab ada kabar akan ada razia. Karenanya ia lalu cepat-cepat meninggalkan rumahnya tanpa sedikitpun sempat mencicipi nasi jagung buatan istrinya. Begitu juga istrinya, tidak sempat membungkus nasi jagung itu sebagai bekal.

"Apa ada yang membawa persediaan makanan?" Tanya Glenter kepada empat orang yang ada di tempat persembunyian itu dengan suara lirih.

"Sama, Ter, aku juga belum makan," ungkap salah seorang yang bernama Simun. Diterangi lampu templek yang menggunakan minyak Jarak, Glenter mengalihkan pandangannya kepada dua orang lagi yang wajahnya terlihat samar-samar.

"Tadi, aku sempat melihat Pak Munari membakar singkong di depan rumahnya, mungkin masih ada," ujar salah seorang pemuda yang bernama Suwadi. Suwadi datang ke tempat itu sendirian. Ia masih bujang, sementara kedua orangtuanya tak jelas rimbanya setelah dengan mata kepala sendiri dilihatnya diseret oleh orang-orang bertopeng pada suatu malam yang mencekam.

Suwadi bangkit dari duduknya. "Biar saya yang mengambil singkong itu," ujarnya. Ia hendak menggeser gedek penutup yang ada di bagian atas ruangan bawah tanah, tapi dicegah Glenter.

"Jangan, biar aku sendiri yang mengambilnya!" Cegah Glenter sambil menarik tangan Suwadi.

Glenter sudah berada dibawah gedek penutup ruangan persembunyian. Ia terdiam sejenak sembari mendengar suara-suara yang berada di luar ruangan. Jika ada orang lain, Pak Munari biasanya mengeraskan bicaranya sebagai pertanda supaya orang yang berada di tempat persembunyian jangan keluar dulu.

Setelah dirasa aman, Glenter kemudian menggeser penutup ruangan bawah tanah tersebut. Lalu dengan tangga kecil ia perlahan naik. Setelah sampai di atas, Glenter mengembalikan penutupnya seperti sebelumnya. Tak lupa bagian atasnya juga ditutupi dengan tumpukan ikatan jerami dan kelobot yang biasa digunakan Pak Munari sebagai pakan ternak sapinya.

Glenter perlahan-lahan menuju depan rumah Pak Munari.

Langkahnya sangat ringan, seolah tidak mengeluarkan suara barang sedikitpun. Tapi, saat hendak keluar dari balai-balai, tiba-tiba terdengar derap langkah kaki orang-orang yang jumlahnya cukup banyak. Tak lama kemudian, terdengar pembicaraan antara orang-orang itu dengan Pak Munari.

"Apakah Pak Munari melihat orang-orang ini?" Ujar pimpinan kelompok itu sambil menyebutkan satu persatu nama orang-orang yang diburunya. Beberapa anak buahnya memeriksa sekelilingnya, termasuk mushola kecil yang berada di depan rumah Pak Munari. Di dalamnya ada seorang yang tengah melakukan doa.

Curiga terhadap orang itu, seorang dari mereka masuk ke dalam untuk memeriksanya. Sejak peristiwa G 30 S PKI pecah, memang banyak orang yang harus menyamarkan diri menjadi orang yang taat beribadah, padahal sebelumnya tidak sama sekali.

Ketika orang yang dicurigai di dalam mushola itu bukan yang dimaksud, maka seseorang yang memeriksa itu kembali menuju depan rumah Pak Munari. Orang-orang itu tak berapa lama bergerak lagi ke sudut lain, bersama seorang rekannya ia masuk dalam balai-balai rumah Munari.

Beruntung Glenter sudah keburu masuk ke ruang tengah dan bersembunyi dibalik almari. Namun, di tempat itu ia merasa tidak aman. Sebab, jika kedua orang itu masuk ke ruang tengah, ia pasti ketahuan bersembunyi di tempat itu. Glenter tidak mungkin kembali ke belakang bergabung bersama istri dan beberapa orang yang bersembunyi di ruang bawah tanah. Sebab, lorong untuknya berlari lurus terlihat dari depan balai-balai.

Jantung Glenter berdentang dengan kencang. Nasibnya seperti sedang berada di ujung tanduk. Ketika terdengar derap langkah kaki yang masuk ke dalam ruang tengah untuk memeriksa sekelilingnya. Langkah kaki itu semakin jelas terdengar mendekati alamari yang dijadikan tempatnya sembunyi.

Tapi, saat langkah kaki itu berjarak semakin dekat, tiba-tiba seseorang berteriak sambil menendang sesuatu, "Rupanya kamu bersembunyi di sini monyet komunis! Ha! Jangan kau pikir kami tidak dapat menemukanmu!" Bentak suara dari seberang.

Mendengar temannya menemukan buruannya, praktis lelaki yang hendak memeriksa tempat persembunyian Glenter mengurungkan niatnya. Ia mendekati temannya dan membantu menghajar lelaki yang dianggapnya sebagai pengikut partai terlarang itu.

Lelaki yang dihajar itu berteriak-teriak karena tidak kuat menahan sakit. Glenter yang bersembunyi di balik lemari seperti mengenal suara orang yang berteriak itu. Tapi, kenapa suaranya mirip sekali dengan suaranya. Glenter penasaran sekali, siapa lelaki yang berhasil ditangkap oleh gerombolan itu. Karena itu ia memberanikan diri untuk mengintipnya.

Tapi, alangkah kagetnya ketika ia melihat orang yang ditangkap itu wajahnya mirip sekali dengannya.

Meski penerangan di ruangan itu tidak terlalu jelas, Glenter dapat melihat bahwa orang yang diseret itu seluruh perawakannya mirip sekali dengannya.

Di depan rumah, pemimpin geromboan itu memaki-maki Pak Munari karena berani menyembunyikan orang yang diburunya.

"Kalau saya tidak menghormati Pak Munari sebagai temannya bapakku, mungkin bapak akan mengalami nasib yang sama dengan komunis itu! Tapi, sekali lagi Pak Munari menguangi perbuatan ini, saya tidak akan segan-segan melakukannya," ancamnya.

Pak Munari tidak bisa berbuat apa-apa dengan apa yang dilihatnya. Ia tidak mungkin bisa menolong Glenter yang diseret pergi oleh orang-orang itu. Pak Munari masuk ke dalam rumahnya dengan tubuh lesu. Ia tahu apa yang akan terjadi dengan Glenter, ia akan dibawa ke tempat sepi dan akan disembelih seperti yang lainnya.

"Siapa yang dibawa orang-orang itu, Pak Munari?" Tanya Glenter yang sudah berani keluar dari tempat persembunyiannya.

Munari tersentak kaget.

"Glenter ....!!!! Bukankan yang dibawa orang-orang tadi adalah kamu!"

"Aku? Aku sejak tadi bersembunyi di belakang lemari, Pak."

Munari belum percaya dengan apa yang dilihatnya, ia memegang kedua pundak Glenter untuk memastikannya. Tapi, tetap saja benar bahwa orang yang ada di hadapannya itu memang benar adalah lelaki yang bernama Glenter.

"Jadi ... Jadi yang dibawa orang-orang itu siapa?" Tanya Munari.

Glenter tidak menjawab. Ia sendiri tidak mengerti siapa lelaki yang dibawa pergi oleh orang-orang tadi.

Tapi, lambat laun Glenter akhirnya mengerti bahwa yang menolongnya itu adalah saudara gaibnya sendiri. Ia bisa muncul mendadak jika saudaranya yang di alam nyata dalam bahaya.

Namun, menurut orang pintar yang ditemui Glenter, tidak semua orang bisa mengalami hal seperti itu jika tidak memiliki jiwa yang welas asih.

Apakah Glenter memiliki jiwa yang welas asih?

Kesimpulan

Demikian pembahasan spot-misteri tentang kisah misteri tentang pertolongan saudara gaib yang dimiliki oleh semua orang. Dalam budaya Jawa, saudara gaib disebut sebagai ‘sedulur papat’ atau ‘sedulur pitu” dan adalagi yang mengatakan ‘sedulur 12” yang semuanya mengarah pada komponen-komponen manusia yang keluar bersamaan waktu kita dilahirkan.

Tidak ada komentar