Persahabatan Dengan Gendruwo

Sahabatku Gondoruwo - Kisah tentang persahabatan manusia dengan mahluk gaib sudah bukan menjadi rahasia umum lagi terutama pada masa kakek-nenek kita. Mereka berteman, bersahabat dan mungkin mengikat perjanjian dengan mahluk-mahluk gaib seperti peri, jin dan gondoruwo. Mahluk gaib tersebut membantu manusia tentunya dengan imbalan yang akan diambil saat manusia tersebut meninggal dunia.

gambar persahabatan


Baca Artikel terkait :
Berikut ini adalah kisah nyata tentang persahabatan seorang manusia dengan mahluk gaib berjenis Gondoruwo.

Mari kita ikuti kisah berikut ini.

Beberapa detik lamanya semak belukar itu bergoyang-goyang kemudian muncul sosok hitam bertabur lumpur.

Sepertinya sosok itu sengaja menceburkan dan menenggelamkan dirinya dalam kubangan lumpur, mencoba menyembunyikan diri. Sosok itu berdiri lalu mengibaskan lumpur yang menempel di seluruh tubuhnya sambil mengawasi iring-iringan obor yang ada di depannya.

Matanya liar menatap sekelilingnya, mengawasi segala sesuatu yang mencurigakan, bulu-bulu di sekujur tubuhnya seolah berdiri, nafasnya memburu,  keringat bercampur lumpur meleleh membasahi tubuhnya.

Ketika iring-iringan obor itu berjalan menjauh, ia menarik nafas lega namun ia tetap waspada, bahaya setiap saat akan datang. Kemudian ia berjalan mengambil arah berlawanan. Menembus kegelapan malam, tanpa arah pasti hanya mengikuti nalurinya. Saat melihat pohon beringin yang berdiri tegak dengan angkernya, ia berhenti lalu merebahkan diri dibawahnya. Dibawah pohon itu, ia merasa aman karena orang-orang kampung yang mengejarnya tidak akan berani mencarinya ke tempat itu.

Disandarkan tubuhnya di batang pohon, diselonjorkan kakinya lalu berusaha untuk tidur. Rasa lelah dan tegang membuatnya cepat terlelap. Ia terbangun saat mendengar suara tanpa rupa menegurnya, "tidur di tempat orang tanpa permisi, dasar manusia tidak tahu sopan santun, manusia kenthir."

Sadar siapa yang dihadapi, Tejo, sosok itu berkata, "maafkan saya Mbah, saya terlalu lelah sehingga melupakan tata krama. Saya hanya numpang tidur saja."

"Baiklah, saya juga lama tidak menerima tamu, saya akan menemanimu." Kata suara itu. Tiba-tiba dihadapan Tejo muncul sosok tinggi besar, hitam berbulu dengan mata merah dan gigi meringis, kelihatan taring-taring tajam berkilaiu.

Tejo terkejut bukan kepalang melihat kemunculan dan wujud mahluk dihadapannya sehingga ia menutup matanya, "Mbah lebih baik merubah wujud menjadi manusia terlebih dahulu sebelum menemui tamu."

"Kenapa? Takut?"

"Ya Mbah."

"Dasar Penakut."

"Bukannya takut Mbah, tapi 'gilo'"

"Bedes koen, baiklah."

Dalam sekejap mahluk itu berubah wujud menjadi manusia tinggi besar, 'bule' atau orang Belanda.

"Kok jadi meneer Mbah?"

"Kamu itu cerewet, manusia terakhir yang saya temui adalah 'bule' ini. Jadi saya meniru dia."

"Ya sudah, jadi saya boleh memanggil Meneer Gondo."

"Boleh, terdengarnya enak."

Itulah awal perkenalan kedua mahluk  ini. Tejo adalah seorang maling yang terkenal dan dicari oleh pihak kepolisian sementara meneer Gondo adalah mahluk yang terkenal iseng dan suka mengganggu manusia.

Akhirnya kedua mahluk itu menjadi teman, Tejo dan meneer Gondo, mereka saling membantu dan membutuhkan. Mereka merajut janji untuk hidup berdampingan, saling membantu satu sama lain.

Sekarang Tejo sudah berumur 75 tahun, sudah berulang kali sakit parah namun sembuh lagi. Meneer Gondo adalah mahluk yang berumur panjang sementara Tejo hanya manusia biasa yang pada umumnya mencapai umur maksimal 70 tahun. Namun Meneer Gondo tidak mau kehilangan sahabatnya sehingga ia membantu Tejo agar sehat selalu.

Malam hari mereka bermain catur, bermain kartu dan menggoda wanita. Sekarang Tejo sudah memiliki beberapa orang anak dan banyak cucu tapi mereka semua pergi merantau dan tidak mau tinggal serumah. Tejo sendirian dirumahnya hanya ditemani Meneer Gondo.

Sifat iseng Meneer Gondo menular kepada Tejo. Meskipun usianya sudah 75 tahun, Tejo mempunyai pacar 3 orang.

Kepada cucu yang disayangi, Gufron, ia menyatakan keinginannya untuk meninggal dunia. Kain kafan sudah disiapkan, beras berkarung-karung sudah siap di lumbung namun kematian belum juga datang menjemputnya. Setiap sakit keras, ia sudah siap untuk mati. Tapi tidak kunjung mati malah lebih sehat.

Kata orang-orang tua, Tejo bisa meninggal jika temannya Meneer Gondo diwariskan kepada orang lain atau sanak keluarganya. Tapi anak-anaknya tidak ada yang mau, Gufron cucunya menolak. Maka Tejo akan hidup lebih lama lagi dengan kekuatan fisik semakin berkurang.

Demikian sekelumit kisah tentang persahabatan antara manusia dengan Gendruwo. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar