8 NEGARA IMPORTIR FILM YANG MERAMAIKAN DUNIA PERFILMAN INDONESIA

Film yang ditampilkan di layar lebar maupun televisi merupakan hiburan yang masih menjadi pilihan utama dan masih digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Animo masyarakat untuk sekedar antri di bioskop ataupun duduk manis bersama keluarga di depan televisi bisa dibilang sangat tinggi.

Perhelatan Festival Film Indonesia 2016, sebagai ajang evaluasi film di Indonesia  telah selesai digelar. Bertempat di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu 6 November 2016, sebanyak 22 Piala Citra telah diberikan.

gambar FFI 2016

Dari tahun ke tahun industri film di Indonesia semakin baik dan bangkit dari keterpurukan ditandai dengan munculnya film-film baru, sutradara muda, penulis scenario dan mereka yang berada di belakang layar dengan kualitas semakin baik.

Adalah Athirah, film yang meraih Piala Citra terbanyak, yakni enam piala. Disusul dengan My Stupid Boss dan Salawaku dengan tiga piala. Sementara, Headshot dan Ada Apa Dengan Cinta? 2 memboyong dua piala.
Berikut Daftar Pemenang FFI 2016 :
1. Film Terbaik: Athirah
2. Sutradara Terbaik: Athirah - Riri Riza
3. Penulis Skenario Asli Terbaik: Aisyah Biarkan Kami Bersaudara - Jujur Prananto
4. Penulis Skenario Adaptasi Terbaik: Athirah - Salman Aristo, Riri Riza
5. Penyunting Gambar Terbaik: My Stupid Boss - Wawan I. Wibowo
6. Pengarah Sinematografi Terbaik: Salawaku - Faozan Rizal
7. Pengarah Artistik Terbaik: Athirah - Eros Eflin
8. Penata Suara Terbaik: Headshot - Fajar Yuskemal, Aria Prayogi, M Ichsan Rachmaditta
9. Penata Musik Terbaik: Ada Apa Dengan Cinta? 2 - Anto Hoed & Melly Goeslaw
10. Penata Efek Visual Terbaik: Headshot - Andi Novianto
11. Lagu Tema Film Terbaik: Ada Apa Dengan Cinta? 2 - "Ratusan Purnama", musik: Anto Hoed, Melly Goeslaw. lirik: Melly Goeslaw
12. Penata Busana Terbaik: Athirah - Chitra Subyakto
13. Pemeran Utama Pria Terbaik: My Stupid Boss - Reza Rahadian
14. Pemeran Utama Wanita Terbaik: Athirah - Cut Mini
15. Pemeran Pendukung Pria Terbaik: My Stupid Boss - Alex Abbad
16. Pemeran Pendukung Wanita Terbaik: Salawaku - Raihaanun
17. Pemeran Anak Terbaik: Salawaku - Elko Kastanya
18. Film Pendek Terbaik: Prenjak
19. Film Animasi Terbaik: Surat Untuk Jakarta
20. Film Dokumenter Panjang Terbaik: Gesang Sang Maestro Keroncong
21. Film Dokumenter Pendek Terbaik: Mama Amamapare
22. Lifetime Achievement Award: Christine Hakim

Meski demikian, di tengah jaya-jayanya industri film tanah air seperti saat ini, ternyata banyak menyimpan sejarah pasang-surut yang membuat industri perfilman nasional benar-benar lesu.

Faktor utama lesunya perfilman tanah air adalah derasnya impor film dari luar negeri. Hal ini tak pelak pernah membuat film nasional tak laku di negeri sendiri. Nah, paling tidak ada 8 Negara importer film yang pernah menggoyang jagad perfilman di Indonesia.

1. India

Naiknya rating film India di layar televisi Indonesia akhir-akhir ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebab, di masa awal kemerdekaan Indonesia, film India sudah bersaing keras dengan film-film lokal. Bioskop Indonesia tercatat sudah menayangkan film India pada tahun 1948. Dalam 100 Tahun Bioskop di Indonesia, Johan Tjasmadi menyebut bahwa saat itu sudah ada 5 film India yang masuk ke Indonesia. Tercatat film Chandraleka adalah film India pertama yang diputar di bioskop Indonesia.

Sama seperti sekarang, masyarakat Indonesia saat itu juga hangat menyambut kehadiran film India di Indonesia. Tema film yang diangkat pun juga tak jauh berbeda dengan tema saat ini, yakni tentang konflik antar anak raja di sebuah kerajaan dongeng. Pada tahun 1949 tercatat ada 34 film India yang masuk Indonesia. Untuk persaingan, pengusaha film lokal pun akhirnya menggenjot produksinya sehingga mampu menekan film India menjadi 12 dan 8 film pada tahun 1950 dan 1951.

2. Malaya

Film Malaya pernah membuat ancaman serius terhadap keberlanjutan usaha perfilman nasional. Bersamaan ketika film Indonesia dihantam oleh film India, ternyata film Malaya juga ikut datang untuk menggempur pasar lokal. Menurut Alwi Shahab, seorang sejarawan Jakarta, keadaan ini membuat anak-anak muda Indonesia lebih kenal bintang film Malaya ketimbang Indonesia.

Tema yang diangkat film Malaya mencakup keseharian hidup manusia dan remeh-temeh seputar perceraian, perselingkuhan, dan roman picisan. Film dibuat bebas dari muatan politik dan hal-hal berat. Film Malaya yang merajai panggung bioskop Indonesia saat itu sempat memaksa Usmar Ismail, seorang legenda perfilman Indonesia, menggagas agar pemerintah menerapkan kuota film impor 1:3, artinya tiap 3 film Indonesia yang diimpor ke Malaya, Malaya hanya boleh memasukkan 1 buah filmnya ke Indonesia.

3. Amerika 

Era tahun 90an ditandai dengan munculnya berbagai saluran televisi swasta di Indonesia. Di saat bersamaan Film Hollywood mulai masuk menghiasi layar kaca nasional. Hal ini menyebabkan produksi film nasional kembali lesu setelah sebelumnya di era tahun 70an hingga tahun 80an film Indonesia menemukan kejayaannya. Kelesuan ini bahkan sampai membuat aktor dan aktris yang bermain di layar lebar harus turun gunung ke layar televisi.

Hal ini semakin diperparah dengan ditemukannya teknologi Laser Disc, VCD, dan DVD yang semakin memudahkan masyarakat Indonesia untuk menikmati film-film impor. Kondisi ini paling tidak bertahan sampai film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) dan Petualangan Sherina muncul dan menandakan kebangkitan perfilman nasional di awal tahun 2000. Saat itu, AADC mampu memikat 2,1 juta penonton dan Petualangan Sherina ditonton 1,4 juta orang.

4. Hongkong

Hampir bersamaaan dengan datangnya film Amerika, kemunculan berbagai saluran televisi swasta di Indonesia yang saling bersaing memperebutkan penonton. Tayangan film mandarin dari Hongkong mulai masuk menghiasi layar kaca nasional seperti film-film yang dibintangi Jacky Chan, Chou Yun Fat, Jet Lee dan lain-lain.

5. Korea

Sejarah masuknya K-Pop ke jagat hiburan tanah air diawali dengan munculnya beberapa drama seri Korea yang ditayangkan di siaran televisi Indonesia. Salah satu judul yang sangat digandrungi saat itu adalah drama Korea ‘Endless Love’. Setelah itu tak kurang dari 50 judul film korea memenuhi industri hiburan Indonesia. Populernya drama Korea tersebut tentu saja juga membuat segala sesuatu tentang budaya Korea semakin diminati di tanah air, salah satunya adalah bidang musik.

Wabah musik K-Pop semakin menjadi ketika memasuki tahun 2014-2015. Hal ini dapat dilihat bagaimana menjamurnya fenomena girlband dan boyband di Indonesia yang menyerupai apa yang ada di Korea. Sampai di titik ini, musik K-Pop ternyata bukan saja menggeser industri musik tanah air tapi ikut menyebarkan budaya a la Korea-nya.

6. Jepang

Industri film animasi tanah air boleh dibilang sedang mati kutu. Tak ada film animasi asli Indonesia yang muncul di layar kaca selain Sopo Jarwo & Adit serta Battle of Surabaya di layar lebar. Itupun jika dibandingkan dengan industri anime yang gencar beredar di Indonesia, masih ketinggalan jauh. Anime menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat Indonesia karena sekian lama hiburan satu ini bertahan, belum tampak tanda-tanda keredupannya baik dari sisi komik ataupun bentuk film animasinya.

Anime pertama kali masuk ke Indonesia di awal tahun 1980an. Sampai di tahun 1990an film anime benar-benar menguasai pasar film kartun nasional. Lihat saja di tiap akhir pekan, layar-layar televisi nasional justru ramai diputar film impor asal Jepang tersebut. Saat itu anime semacam Saint Saiya, Sailor Moon, dan Dragon Ball benar-benar menjadi favorit anak-anak Indonesia. Saat ini pun animasi Doraemon, Crayon Sinchan, Naruto, Pokemon, dan One Piece masih menguasai pasar Indonesia.

7. Malaysia

Selain anime yang berasal dari Jepang, tidak bisa dibohongi industri kartun nasional pun juga masih kalah dengan industri kartun negeri tetangga, Malaysia. Saat ini, anak-anak usia dini tentu akan sangat tertarik dengan kartun animasi Upin & Ipin, BoBoiBoy, dan Pada Zaman Dahulu yang tayang di salah satu saluran televisi swasta. Dan dari manakah kartun-kartun tersebut? Jawabnya adalah Malaysia.

Mirisnya, di tengah redupnya industri kartun tanah air, ada animator-animator Indonesia yang turut mensukseskan kartun animasi asal Malaysia tersebut. Hal ini tentu saja tidak sepenuhnya salah karena memang tidak ada peluang industri serupa yang ada di Indonesia.

8. Amerika Latin

Film-film dari Amerika Latin dalam bentuk telenovela juga menjadi film yang digandrungi oleh masyarakat di Indonesia khususnya para ibu rumah tangga. Seperti telenovela “Maria Mercedes”, “Marimar”, “Rosalinda”, “Carita de Angel” dan “Betty La Fea”.

Nah, itulah 8 Negara yang menjadi importer film yang sempat menyemarakkan panggung hiburan di Indonesia. Sebagai sebuah hiburan, memang wajar setiap orang menginginkan sajian yang berkualitas.

Dan sebagai sebuah nasionalisme, tentu saja kita harus turut mendukung perfilman nasional dengan datang dan menonton film-film tanah air dengan frekuensi lebih banyak ketimbang film luar negeri. Karena nafas film Indonesia yang menentukan adalah kita sendiri.

Tidak ada komentar