Gajah Mada : Tokoh Yang Penuh Misteri
Gajah Mada : Tokoh Yang Penuh Misteri - Gajah Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Tokoh penuh misteri yang asal-usulnya menjadi silang sengketa diantara ahli sejarah dan kematiannya pun meninggalkan banyak rahasia yang sampai sekarang belum terpecahkan.
Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Amukti Palapa, yang menyatakan dirinya tidak akan memakan buah palapa sebelum berhasil mempersatukan Nusantara.
Palapa adalah kebiasaan nyirih / nginang yang umum dilakukan di masyarakat jawa dalam kondisi santai ketika tidak sedang sibuk bekerja. Nyirih / nginang itu juga menjadi salah satu suguhan dalam acara pertemuan keluarga kerajaan atau ketika raja sedang menerima tamu kenegaraan.
Dalam sumpah itu palapa dimaksudkan sebagai simbol hidup santai / mengaso. Sesudah wilayah "Nusantara" bersatu di bawah panji-panji kerajaan Majapahit barulah Gajah Mada mau menikmati palapa. Dengan sumpahnya itu Gajah Mada menyatakan akan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, tidak akan hidup santai sebelum sumpahnya terlaksana.
Dan akhirnya sumpahnya menjadi kenyataan, Gajah Mada berhasil mempersatukan Nusantara di bawah panji-panji kerajaan Majapahit.
"Sira Gajah Mada Patih Amangkubumi tan ayun amuktia palapa. Sira Gajah Mada, lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amuktia palapa".
Artinya : " Aku Gajah Mada Pemangku jabatan Patih tidak akan menikmati palapa. Aku Gajah Mada, sebelum mengalahkan nusantara tidak akan menikmati palapa, sebelum kalah : Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, selama itu juga aku tidak akan menikmati palapa ".
Palapa adalah kebiasaan nyirih / nginang yang umum dilakukan di masyarakat jawa dalam kondisi santai ketika tidak sedang sibuk bekerja. Nyirih / nginang itu juga menjadi salah satu suguhan dalam acara pertemuan keluarga kerajaan atau ketika raja sedang menerima tamu kenegaraan.
Dalam sumpah itu palapa dimaksudkan sebagai simbol hidup santai / mengaso. Sesudah wilayah "Nusantara" bersatu di bawah panji-panji kerajaan Majapahit barulah Gajah Mada mau menikmati palapa. Dengan sumpahnya itu Gajah Mada menyatakan akan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, tidak akan hidup santai sebelum sumpahnya terlaksana.
Dan akhirnya sumpahnya menjadi kenyataan, Gajah Mada berhasil mempersatukan Nusantara di bawah panji-panji kerajaan Majapahit.
Meskipun Gajah Mada adalah salah satu tokoh sentral pada jaman itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya diabadikan dalam nama universitas tertua di Indonesia yaitu Universitas Gajah Mada atau disingkat UGM.
Tapi siapakah sebenarnya Gajah Mada, tokoh yang penuh misteri ini?
Banyak orang mempertanyakan asal-usulnya, makamnya dimana, dan siapakah istri dan anak keturunannya?
Mengenai asal usulnya pun menjadi silang sengkarut diantara para ahli sejarah, berikut adalah beberapa versi tentang asal-usul Gajah Mada.
Gajah Mada berasal dari Sriwijaya
Kitab Nagarakretagama menuliskan bahwa pada 1285 Raja Kertanegara mengirimkan utusan ke kerajaan Sriwijaya di bawah pimpinan Kebo Anabrang (nama lainnya Mahesa Anabrang) dan Mahapatih Singosari Adityawarman (maksudnya Sri Wiswarupa Kumara atau Adwaya Brahma).
Kemudian, para utusan dari Kerajaan Singosari kembali ke tanah Jawa dengan membawa dua orang putri Melayu yakni Dara Petak dan Dara Jingga yang merupakan putri-putri dari Maharaja Sriwijaya. Perjalanan ke Jawa sangat jauh dan berbahaya apalagi dua putri Maharaja tersebut dibawa oleh orang-orang yang belum dikenal dengan baik oleh mereka. Sehingga Maharaja memerintahkan beberapa orang prajurit tangguh untuk mengawal kedua putri tersebut, di antaranya adalah Gajah Mada yang masih berusia muda.
Gajah Mada bukan nama yang sebenarnya, itu hanya sebuah julukan atau gelar yang diberikan kerajaan. Dahulu, Maharaja Melayu selalu memberi julukan atau nama kehormatan untuk para prajurit-prajurit terbaik mereka.
Pemberian gelar tersebut masih dilaksanakan sampai saat ini bagi orang-orang yang berjasa untuk negara. Nama-nama kehormatan itu selalu mempunyai arti dan makna begitu juga dengan sebutan Gajah Mada.
Mada dalam bahasa Melayu dialek Minangkabau diartikan sebagai bandel atau tidak bisa diatur. Jadi Gajah Mada itu maksudnya binatang yang berbadan besar yang tidak bisa diatur atau Gajah Bandel.
Ketangguhan dan kesetiaan Gajah Mada dan rekan-rekannya terhadap kerajaan sudah diakui sehingga mereka mendapat kepercayaan untuk mengawal putri-putri kerajaan ke tanah Jawa.
Sampai di tanah Jawa, mereka tidak menemukan lagi Kerajaan Singosari dan Kertanegara pun telah meninggal dunia. Pada saat itu, telah berdiri kerajaan baru yang bernama Majapahit yang didirikan oleh Raden (Ra Hadyahan) Wijaya (Kertajasa Jayawardhana). Raden Wijaya memperistrikan Dara Petak yang kemudian melahirkan Raja Majapahit berikutnya yakni Jayanegara dan Dara Petak mendapatkan posisi sebagai Permaisuri kerajaan Majapahit.
Sedangkan Dara Jingga diperistri oleh Mahapatih Dyah Adwayabhrahma (nama lain dari Mahesa Anabrang) yang melahirkan Adityawarman yang kelak menjadi Maharaja tanah Melayu.
Semasa Dara Petak menjadi permaisuri dan Jayanegara sebagai putra Mahkota Majapahit, Gajah Mada dipercaya sebagai prajurit istana (Bhayangkara) yang mengawal mereka. Dahulu seorang prajurit istana atau pengawal keluarga kerajaan merupakan orang terdekat dan bisa dipercaya.
Gajah Mada sejak awal sudah dipercaya oleh Kerajaan Melayu atau Sriwijaya (Darmasraya) untuk mengawal putri Dara Petak. Maka hingga pada masa di Majapahit dipercaya untuk memimpin prajurit Bayangkara yang mengawal Dara Petak beserta putranya.
Baca Juga : Majapahit : Kejayaan Nusantara Lama
Gajah Mada berasal dari Lamongan
Terdapat berbagai versi tentang asal usul Gajah Mada. Satu di antara versi itu menduga Gajah Mada lahir di Desa Modo, Kabupaten Lamongan. Di tempat itu ada petilasan yang dipercaya sebagai tempat kelahiran Gajah Mada.
Di era Kerajaan Majapahit, wilayah Lamongan bernama Pamotan. Di wilayah Ngimbang-Bluluk ada situs kuburan Ibunda Gajah Mada, yakni Nyai Andongsari. Di dekat ada situs kuburan yang diyakini sebagai kuburan Gajah Mada namun dalam posisi "Islam", karena kuburannya menghadap ke arah yang persis sebagaimana kuburan orang Islam. Tapi tidak ada bukti sejarah yang dapat meyakinkan bahwa kuburan tersebut adalah kuburan Gajah Mada.
Ibu Gajah Mada diduga asal desa Modo. Ayahnya adalah Raja Majapahit yang menikah secara tidak sah, istri simpanan atau istilahnya lembu peteng dengan gadis cantik anak seorang Demung (kepala desa) desa Modo, wilayah Kali Lanang, Lamongan. Anak itu dinamai Jaka Mada atau jejaka dari Desa Mada. Diperkirakan kelahirannya sekitar tahun 1300.
Selanjutnya, oleh kakek Gajah Mada yang bernama Empu Mada, Jaka Mada dibawa pindah ke desa Cancing, kecamatan Ngimbang. Wilayah yang lebih dekat dengan Biluluk, salah satu Pakuwon di Pamotan, benteng Majapahit di wilayah utara. Sementara benteng utama berada di Pakuwon Tenggulun, kec. Solokuro.
Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara dari amukan pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan, yakni Badander, mungkin Badander Bojonegoro, Badander Kabuh, Jombang, dua-duanya rutenya ke arah Lamongan (Pamotan-Modo-Bluluk dan sekitarnya). Kronik sejarah lain menerangkan bahwa Bedander adalah Blitar lama.
Gajah Mada berasal dari Buton Liya Wakatobi
Kisah lain menunjukkan bahwa Gajah Mada berasal dari wilayah Buton di sisi Timur pulau Jawa. Gajah Mada lahir dari pernikahan antara Resi Jawangkati dan Lailan Manggraini yang masih keturunan Raden Wijaya asal Majapahit. Ketika dewasa Gajah Mada diminta oleh ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk membantu pemerintahan Hayam Wuruk.
Gajah Mada berasal dari Kalimantan Barat
Ada juga yang memperkirakan Gajah Mada berasal dari suku Dayak Krio di Kalimantan Barat, merujuk dari kisah nenek moyang suku Krio tentang seorang Panglima besar dayak bernama Panglima Jaga Mada yang diutus ke Jawa Dwipa untuk menguasai tanah Jawa.
Gajah Mada berasal dari Bali
Namun, sebagian lainnya menyebut Gajah Mada berasal dari Bali. Masyarakat Bali mempercayai cerita turun temurun yang menyebut bahwa ibu sang patih ini berasal dari Bali.
Menurut sejarah yang diyakini oleh penduduk di wilayah Bali, Gajah Mada lahir dari keluarga sederhana, dengan darah keturunan dari Resi Begawan Sukerti. Gajah Mada memiliki ayah yang berasal dari kasta resi bernama Menak Madang.
Selama hidup di Bali, Gajah Mada erat kaitannya dengan raja dari sebuah kerajaan di daerah Buleleng bernama Raja Bedhamuka (Babad Pungakan Timbul) dan Babad Triwangsa di awal tahun 1300an.
Diyakini oleh masyarakat Bali dengan cerita rakyat yang diceritakan turun temurun bahwa Gajah Mada sendiri mengawali karier politik dengan menjadi penasehat perang dan penasehat wilayah untuk raja-raja tersebut. Gajah Mada memiliki istri yang juga orang Bali yaitu Ken Bebed dan Ni Luh Ayu Sekarini.
Gajah Mada berasal dari Lombok
Gajah Mada berasal dari daerah Bima, Nusa Tenggara. Hal ini ditunjukkan dengan kesaksian para tetua desa Ncuhi yang mengaku memiliki silsilah darah keturunan patih Gajah mada.
Gajah Mada berasal dari Mongol
Kemudian, ada juga yang menyebut bahwa Gajah Mada itu berasal dari Mongol. Diperkirakan dia adalah salah satu pimpinan pasukan Mongol yang tertinggal. Ketika itu Raden Wijaya (pendiri Majapahit) mengalahkan pasukannya yang berniat menyerang Raja Kertanegara karena telah melecehkan Mongol dengan memotong telinga Meng Khi (utusan Mongol).
Gajah Mada versi Panyebar Semangat
Dalam cerita bersambung dalam bahasa Jawa yang diterbitkan oleh majalah mingguan berbahasa Jawa yaitu Panyebar Semangat, pada tahun 1980-an, dikisahkan bahwa Gajah Mada adalah perpaduan dari dua orang yaitu Raden gajah dan Jaka Mada.
Raden Gajah adalah anak seorang Tumenggung Majapahit yang pandai dalam bidang kenegaraan, strategi perang dan bahasa namun sayangnya Raden Gajah mempunyai tubuh yang lemah dan sakit-sakitan. Sementara Jaka Mada adalah seorang anak desa bertubuh sehat dan kuat yang mempunyai kesaktian dan keahlian olah perang namun kurang cakap dalam olah sastra.
Keduanya bertemu lalu mengangkat saudara, saat Jaka Mada melamar menjadi seorang prajurit Majapahit. Ikatan persaudaraan diantara mereka sangat kuat, hingga Raden Gajah meninggal karena sakit lalu menitis ke dalam diri sahabatnya, Jaka Mada.
Maka sejak saat itu Jaka Mada merubah namanya menjadi Gajah Mada.
Begitulah beberapa versi yang menerangkan tentang asal-usul Gajah Mada.
Kata pepatah “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belangya dan manusia mati meninggalkan nama.”
Saat manusia mati meninggalkan nama yang harum, maka semua orang akan berebut mengakuinya sebagai saudaranya, kelompoknya, sukunya dan bangsanya. Namun jika manusia meninggalkan nama yang buruk, bahkan saudara sendiri enggan mengakuinya.
Setelah Perang Bubat, Gajah Mada mengundurkan diri sebagai mahapatih kerajaan Majapahit lalu mengasingkan diri. Sedangkan kematiannya juga menjadi misteri yang belum terpecahkan, mati karena tua, mati karena sakit atau moksa yaitu hilang bersama raganya.
Demikian pembahasan tentang Gajah Mada : Tokoh Yang Penuh Misteri, yang namanya dikenang sebagai tokoh pemersatu Nusantara. Semoga bermanfaat.
Demikian pembahasan tentang Gajah Mada : Tokoh Yang Penuh Misteri, yang namanya dikenang sebagai tokoh pemersatu Nusantara. Semoga bermanfaat.
Baca juga : Madakaripura : Air Terjun Tempat Terakhir Gajah Mada
Tidak ada komentar