Ternyata, Saya Tersesat Di Alam Gaib

Ternyata, Saya Tersesat Di Alam Gaib - Tersesat di suatu daerah mungkin pernah kita alami dan kita bisa bertanya kepada orang-orang yang kita temui untuk menemukan kembali jalan atau jalur yang benar. Namun jika kita tersesat di alam gaib mungkin akan berbeda keadaannya karena mahluk-mahluk gaib yang kita temui hanya diam saja atau bahkan malah menyesatkan kita.

Kisah ini terjadi saat saya sedang mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar. Karena lamanya pelatihan 10 hari dan jadwalnya padat sekali maka anak satu-satunya saya titipkan di rumah neneknya di Kediri.

Suatu hari, pelatihan selesai agak cepat sehingga saya memutuskan untuk menengok anak saya di Kediri. Perjalanan Blitar-Kediri kurang lebih 2 jam menggunakan sepeda motor, sampai Kediri jam 12 siang. Lumayan, ada waktu untuk bertemu dan bermain dengan anak sebelum sore hari kembali lagi ke Blitar.
Saat menjelang Maghrib, saya berangkat untuk mengikuti pelatihan lagi di Blitar, karena jam-jam begini lalu lintas kendaraan tidak begitu ramai sehingga saya bisa mempercepat perjalanan.


Motor saya hidupin lalu berjalan pelan-pelan. Hawa dingin menyusup ke balik jaket yang saya kenakan, maklum sedang musim hujan sehingga udara terasa sedingin es. Sebenarnya saya adalah seorang penakut sehingga untuk mengusir rasa takut, sepanjang jalan saya bersenandung sambil melihat pemandangan di pinggir jalan.

Ternyata, Saya Tersesat Di Alam Gaib

Tidak terasa sudah sampai perempatan jalan terminal lama Kediri, lalu lintas terlihat ramai mengingat waktunya truk-truk keluar dari sarangnya , tidak begitu lama saya sudah sampai perempatan Jimbun.

Setelah melewati perempatan Jimbun, saya melamun memikirkan banyak hal, tentang anak, suami dan pekerjaan serta berbagai hal lainnya yang merisaukan hati. Pikiran saya mengembara kemana-mana.

Tiba-tiba, saya merasa kaget ketika menyadari jalan yang saya lewati sangat sepi sekali. Tidak berpapasan dengan kendaraan, jangankan truk gandeng atau mobil, sepeda motor pun tidak ada sama sekali. Saya melihat ke kanan dan ke kiri, benar-benar sepi, hanya ada satu-dua rumah itupun dalam keadaan gelap.  Seperti jalan di tengah hutan daerah Saradan.

Saya merasa bingung, mau bertanya tidak ada seorang pun yang terlihat. Saya memutuskan meneruskan perjalanan sambil bernyanyi semakin keras untuk mengelabui perasaan takut yang berkecamuk di dalam hati.  Saya mencoba membunyikan klakson, mati. Padahal sebelumnya tidak apa-apa.

Kira-kira sampai di Srengat, hanya perkiraan saja karena betul-betul tidak tahu arah, saya berpapasan dengan rombongan orang yang berjalan kaki, jumlahnya sangat banyak. Mereka ngobrol sendiri-sendiri  dan jalan seenaknya sendiri tidak mempedulikan kehadiran saya. Sehingga saya mengalah mencari jalan di pinggir agar tidak menabrak orang-orang itu.

Saya meneruskan perjalanan, suasana berubah menjadi sepi dan gelap gulita. Saya bingung, akhirnya berhenti lalu mencoba menghubungi suami saya tapi tidak ada sinyal sehingga saya meneruskan perjalanan lagi meskipun penerangan hanya lewat lampu motor saja.  Di kanan-kiri hanya terlihat pepohonan yang rimbun menakutkan.

Tiba-tiba saya melihat seorang ibu yang sedang menggendong  anaknya di pinggir jalan. Saya berhenti lalu mencoba bertanya, “maaf bu, apakah betul jalan ini menuju Blitar?

Akan tetapi ibu itu diam saja, kemudian melotot lalu pergi meninggalkan saya melewati selah-selah pepohonan di pinggir jalan. Saya menghela nafas panjang melihat perlakuan ibu itu, saya hanya bertanya saja kenapa tidak mau menjawab, terlalu.

Kira-kira satu kilo meter lagi, saya bertemu dengan seorang bapak tua yang duduk  di bangku tepat di pinggir jalan yang saya lewati. Saya bertanya lagi, dia juga hanya memandang saja lalu pergi meninggalkan saya.

Hati saya mulai terasa  gundah, rasa takut dan bingung campur aduk menjadi satu, tanpa terasa saya mulai menangis. Saya takut dan kebingungan.

Lalu saya teringat jika membawa tasbih yang terbuat dari kayu cendana, tasbih saya keluarkan  kemudian saya kalungkan di leher sambil berdoa memohon petunjuk dan perlindungan Tuhan. Sambil terus berdzikir saya meneruskan perjalanan.

Tiba-tiba saya menemukan jalan yang terang, lampu-lampu jalanan, lampu motor dan lampu truk yang mengangkut tebu serta hiruk pikuk jalan raya. Saya menoleh ke kanan-kiri, ternyata saya sudah sampai di Tugu Rame. Alhamdulillah ..

Saya sampai Garum jam tujuh malam, perasaan saya menjadi tenang.  Hal yang masih menjadi beban pikiran saya, apa yang sudah saya alami tadi? Apakah saya tersesat kea lam gaib atau saya kesurupan?

Kemudian saya telpon kakak yang ada di Madiun, kakak saya mengatakan,
makanya jangan jalan menjelang waktu Maghrib dan jangan melamun saat dijalanan. Untungnya kamu masih ingat Tuhan, coba kalau tidak, bisa-bisa kamu gak pulang.”

Bulu kuduk saya merinding membayangkan jika saya tersesat di alam gaib lalu tidak bisa kembali pulang. Hii .. Amit-amit.

Demikian pengalaman saya saat tersesat di alam gaib, semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua sehingga kita lebih berhati-hati saat melakukan perjalanan jauh. Pemilihan waktu yang tepat, sebaiknya hindari keluar saat Maghrib dan kesiapan mental serta fisik yang prima dan yang utama adalah berdoa mohon perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Baca Juga : 

Sumber : Endang Y.

Tidak ada komentar