Kisah Murwakala : Asal Mula Betara Kala

Kisah Murwakala : Asal Mula Betara Kala – Kisah ini menceritakan tentang asal-usul  Betara Kala yaitu Dewa yang memakan manusia yang nandang sukerta.
Betara Kala


Ada beberapa versi  mengenai cerita ini, berbeda di daerah satu dengan lainnya sehingga muncul berbagai versi, meskipun tidak prinsipal, karena pada dasarnya berasal dari sumber yang sama.

Menurut Pakem Pedhalangan, dalam garis besarnya cerita itu adalah sebagai berikut :

Pada suatu ketika Dewa Siwa bercengkerama dengan permaisurinya yang sangat cantik, yaitu Dewi Uma. Mereka terbang diatas samudera dengan naik lembu tunggangannya bernama Lembu Andhini.

Di atas samudera itu Siwa melihat permaisurinya sangat menggairahkan, sehingga timbul hasratnya untuk bersatu rasa. Akan tetapi Dewi Uma tidak berkenan dihati, maka benih Siwa jatuh di tengah lautan.

Setelah masa benihnya itu berubah menjadi sesosok makhluk, kian lama kian besar. Akhirnya menjadi raksasa yang sangat besar dan sakti. Ia naik ke Suralaya, tempat bersemayam para dewa, bermaksud untuk menemui Dewa Siwa.

Setelah sampai ditempat yang dituju dan bertemu dengan Dewa Siwa, ia bertanya siapakah yang menurunkannya dan ia minta agar ditunjukkan manusia-manusia yang bagaimanakah yang diperkenankan untuk menjadi mangsanya.

Dewa Siwa mengakui bahwa ia adalah putera Siwa sendiri, dan diberi nama Bathara Kala. Untuk makanannya, Siwa menyebutkan macam-macam manusia yang termasuk anak sukerta.

Maka Bathara Kala segera minta diri turun ke dunia untuk mencari mangsa, yaitu manusia-manusia yang telah ditentukan baginya. Ia menuju ke Danau Madirda.

Sepeninggal Bathara Kala, Siwa sadar bahwa jumlah manusia yang disebutkan tadi terlalu banyak, sehingga apabila tidak dihalangi mungkin manusia akan punah dari muka bumi.

Ia lalu memerintahkan kepada Dewa Narada agar menugaskan Dewa Wisnu untuk menjadi dalang membatalkan perintah yang telah diberikan kepada Dewa Kala. Dewa Narada ditugaskan menjadi panjak (penyanyi), Dewa Brahma menjadi penabuh gender (semacam gamelan).

Dewa Wisnu kemudian memakai nama Dalang Kandhabuana, bertugas meruwat manusia-manusia sukerta yang ditakdirkan menjadi umpan Dewa Kala. Dengan demikian mereka dapat diselamatkan.

Diceritakan pula, bahwa pada waktu itu ada seorang janda di desa Medang Kawit, bernama Sumawit. Ia memiliki seorang anak laki-laki. Menjelang remaja bernama Joko Jatusmati. Karena ia anak tunggal, supaya selamat ia disuruh ibunya pergi mandi di Danau Madirda.

Patuh pada perintahnya, ia lalu pergi ke danau tersebut. Setelah sampai di danau itu ia berjumpa dengan Dewa Kala. Dewa Kala minta kesediaan anak itu untuk dimakan, karena ia termasuk manusia yang menjadi mangsanya.

Sadar ada bahaya mengancam, Joko segera melarikan diri. Sedangkan Dewa Kala mengejar kemana saja ia pergi. Ia bersembunyi di antara orang-orang yang sedang mendirikan rumah. Tapi akhirnya diketahui oleh Batara Kala, maka kejar-kejaran terjadi dirumah itu.

Akhirnya rumah menjadi roboh. Pemuda itu lalu bersembunyi di tempat orang yang sedang membuat obat yang menggunakan pipisan. Disini pun ia diketahui oleh Batara Kala.

Dalam usahanya untuk menghindarkan diri, ia terantuk pada pipihan sehingga benda itu patah. Selanjutnya ia bersembunyi di dapur yang kebetulan sedang dipakai memasak nasi. Di sini pun terjadi kejar-kejaran pula, sehingga menyebabkan dandang (tempat untuk menanak nasi) roboh.

Joko Jatusmati melarikan diri ke luar melalui halaman depan rumah. Di dalam usahanya mengejar pemuda itu di tengah halaman, Dewa Kala terjatuh, karena terlilit batang waluh (cucurbita pepo) yang kebetulan ditanam di halaman tersebut.

Akibatnya ia kehilangan arah ke mana mangsanya melarikan diri. Bersamaan dengan itu, di desa Medang Kamulan terdapat seorang laki-laki bernama Buyut Wangkeng. Ia memiliki anak perempuan tunggal bernama Rara Pripih yang baru saja dinikahkan.

Akan tetapi pengantin baru itu belum rukun, bahkan sang isteri minta kepada ayahnya agar diceraikan dari suaminya. Namun keinginannya tidak disetujui oleh ayahnya. Akhirnya ia membatalkan niatnya setelah ayahnya mengabulkan permintaannya untuk mengadakan ruwat dengan tertunjukan wayang.

Buyut Wangkeng segera menyuruh menantunya mencarikan dalang yang bersedia mempergelarkan pertunjukkan wayang untuk meruwat anaknya. Maka dipanggilah Dalang Kandhabuana.

Pada waktu yang telah ditetapkan pergelaran wang terus dimulai. Banyak sekali orang yang melihat. Diantara penonton itu terdsapat pula Joko Jatusmati, demikian juga Batara Kala. Akhirnya Dalang Kandhabuana dapat menyelesaikan tugasnya.

Dalang penjelmaan Dewa Wisnu itu berhasil menghalang-halangi Batara Kala dalam hal mengejar manusia yang menjadi mangsanya. Batara Kala dapat dihalau ketempat asalnya. Demikian pula anak buah dan pengikutnya, seperti kelabang, kalajengking dan lain-lainnya. Setelah itu bumi menjadi aman kembali.

Waktu hendak kembali ke tempat asalnya, baik Batara Kala, Durga dan lainnya minta bagian dari sajian yang telah disediakan. Batara Kala minta batang pisang, itik dan burung merpati. Durga minta kain sindur dan bangun tulak.

Kecuali itu tokoh lain seperti Dewi Sri dan Sadana, Kebo Gegeg dan Kebo Celeg dan lain-lain (mereka bukan tokoh jahat) minta bagian pula. Mereka berperan dan memberi petuah agar mereka yang diruwat memperoleh keselamatan.

Dengan demikian maka sebagai unsur pokok di dalam upacara ruwatan selanjutnya, di samping orang menyediakan berbagai macam sesajian dan syarat lainnya yang harus dipenuhi, orang harus mengadakan pergelaran wayang purwa, dengan cerita khusus Murwakala, cerita riwayat kehidupan Batara Kala atau cerita Sudamala’ atau ‘Durga Ruwat.

Demikian Kisah Murwakala, kisah yang erat hubungannya dengan tradisi Ruwatan yang dulu sering dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Tidak ada komentar